Perbincangan yang menentukan pilihan untuk Riki sudah memasuki minggu ke 3. Walaupun sudah
terpikir beberapa jawaban, pihak keluarga masih tetap ragu atau apa yang di pilihnya. Hari ini pun
mereka memulai kembali perbincangan yang di rencanakan akan menjadi perbincangan terakhir
yang akan mereka jalani.
Seluruh pihak masih teguh pada pilihannya. Termasuk Raka yang tetap bersikeras ingin
memindahkan Riki ke sekolah lain, Sementara Riki sendiri tidak berkata apapun dan hanya mengikuti
perbincangan yang sedang berjalan.
Sikapnya yang sangat tenang membuat beberapa keluarganya merasa canggung. Biasanya, dia
adalah orang yang paling menentang jawaban ragu. Tapi, setiap di beri keputusan acak, dia hanya
menjawab bahwa akan menerimanya jika itu sudah di pikirkan secara matang.
Sementara itu, Ayahnya sendiri juga tidak banyak bicara. Hanya menyampaikan pendapat se adanya,
meski begitu. Jika ada yang membuat kesalahan, Dia menjadi sangat tegas untuk memperbaikinya,
itulah yang membuat perbincangan ini menjadi sangat panjang.
“Ayah, dia sudah tidak masuk selama 3 minggu. Apa tidak masalah untuk terus melanjutkan
perbincangan yang tidak pernah mencapai keputusan terakhir?” tanya Nita.
“Tidak masalah, sepertinya kehadiranku sudah menempuh nilai aman. Mungkin jika aku tidak masuk
1 minggu bahkan 1 bulan lagi tidak akan menjadi masalah,” Riki menjawab pertanyaan kakaknya
sebelum ayahnya menjawab. Karena dia tahu jawaban apa yang akan di berikan oleh ayahnya.
“Jadi, pikirkan saja keputusan kalian dengan tenang,” Tambahnya.
“Riki, Aku akan bertanya padamu. Sejauh apa kau bisa mempertahankan peringkat? Ku dengar
peringkatmu sangat tidak stabil,” Ayahnya mulai bertanya. Sepertinya mereka sudah hampir
mencapai keputusan terakhir.
“Aku bisa melakukan apa yang kalian inginkan. Tapi, aku tidak bisa jamin untuk peringkat 1,” Jawab
Riki
“Kau tidak bisa mendapat peringkat 1 di kelas? Lalu, apa peringkat yang kau dapat saat di SMP itu
hasil kerja kerasmu?” tanya Raka
“Aku tidak pernah bekerja keras saat SMP, itu adalah peringkat yang ku dapat dengan mengandalkan
apa yang ku dengar dari guru saat pelajaran. Tapi, yang ku maksud di sini adalah peringkat seluruh
kelas 1 yang ada di sekolah itu,”
“T. Terakhir kau dapat peringkat berapa?” tanya Nita menutupi rasa terkejutnya. Dia tidak mengira
sistem peringkat yang di terapkan adalah peringkat seluruh angkatan. Jika itu peringkat kelas,
mendapat peringkat 1 tidak akan berpengaruh apapun baginya.
“untuk ulangan harian, aku dapat 3 kali peringkat 4. 3 kali peringkat 9. Untuk ujian akhir sebelum
musim panas, aku mendapat peringkat 13,”
“Apa kau belajar saat ulangan harian ataupun ujian akhir?”
“Tidak. Aku merasa tidak mementingkan pelajaran itu, tapi aku tetap butuh nilai untuk lulus. Jadi,
aku hanya melakukan sebisaku,”
Mereka semua terdiam, Dengan model peringkat seluruh sekolah. Mereka tidak bisa
membandingkan dengan apa yang mereka dapat untuk menyerang Riki. Setelah terdiam beberapa
lama, sang ayah tersenyum dan mulai berkata.
“Apa kau bisa melewati sisa sekolah sampai kenaikan kelas dengan peringkat ulangan harian yang
stabil?”
“Aku tidak bisa menjamin itu. Tapi, Jika itu keputusanmu, aku bisa melakukannya,” Jawab Riki
tenang.
“Jika aku berkata. Aku tidak menerima perurunan peringkat yang lebih dari 3, apa kau sanggup?”
tanya Raka mengingat penurunan peringkat Riki cukup jauh.
“Menjaga tetap di angka yang sama juga bisa. Tapi, aku tidak yakin untuk ujian akhir,” Jawab Riki.
Mereka kembali berdiskusi kembali untuk beberapa lama. Tak lama, seluruh anggota keluarga
mengangguk dan Raka terlihat cukup kesal walau dia itu mengangguk.
“Keputusannya. Kau akan di bebaskan dengan syarat, menjaga peringkatmu dan tidak menerima
penurunan yang melebihi 3, hanya sampai ujian akhir saja. Dan peringkat ujian akhir tidak ku
perlukan,” Ucap ayahnya.
“Jika dari januari, maka tersisa 2 pekan lagi. Kau juga boleh bekerja asal tidak membuat peringkatmu
turun,”
“Apa kau yakin? Mendapat peringkat yang sama 2 kali itu seperti membalikkan telapak tangan,”
“Hanya itu saja yang aku inginkan,”
Setelah Riki menerima apa yang di syaratkan, Seluruh anggota keluarga kembali ke kediamannya
masing masing, kecuali Raka yang memang masih memilikki pekerjaan di rumah itu. Setelah seluruh
anggota keluarga pulang. Riki menemui ayahnya.
“Ayah, aku ingin pergi ke tempat itu,”
“Hah!? Jangan bercanda! Baru saja kau di beri kemudahan sudah ingin pergi ke sana lagi!” Raka
menentangnya dengan keras.
“Apa yang akan kau lakukan?”
“Mengakhiri semuanya. Dan keluar dari perkumpulan itu seutuhnya, karena sebelumnya aku bilang keluar tanpa memberi alasan dan mereka mencariku. Aku tidak ingin orang yang dekat
denganku terkena apa yang sudah pernah ku lakukan,”
“Baiklah, aku akan mengirimkan kabar padanya untuk memberi tahu sekolah bahwa kau sedang
sakit,”
Setelah mendapat perstujuan dari ayahnya. Riki memakai jaket dan menyalakan motor yang ada di
depan rumahnya. Sebelum berangkat, dia berkata pada kakaknya yang sedang melihatnya dengan
kesal.
“Kakak, Aku membuktikan perkataanku. Jika aku serius akan satu hal, aku akan mendapatkannya
tidak peduli sekotor apa cara yang ku gunakan,”
“Dan akan terus ku buktikan perkataan itu. Aku berangkat,”
----
+++Misaki’s POV+++
Sudah hampir satu bulan dari festval budaya. Waktu berjalan hingga hampir mendekati tahun baru.
Dan sudah lebih dari dua bulan sejak Ri-kun tidak masuk. Dan kepala sekolah berkata jika dia tetap
tidak masuk sampai ujian akhir nanti, maka dia di keluarkan. Jika dia masuk saat pertengahan
januari, dia tidak akan naik kelas walau tidak di keluarkan.
Seluruh kelas tidak ada yang terganggu dengan keputusan kepala sekolah. Bahkan ada yang
menganggap bahwa Ri-kun sudah tidak ada lagi di sekolah ini walau namanya tetap tercantum pada
absen. Untuk sekarang, aku mengerti kerapa dia berkata bahwa tidak ingin berteman dengan
seluruh kelas. Karena mereka hanya akan bersikap baik saat temannya ada di dekatnya terlebih
karena dia cukup pintar. Hanya Takaki yang berusaha untuk membuat kepala sekolah berubah
pikiran dengan menggunakan jabatannya sebagai bendahara Osis yang di calonkan menjadi ketua
osis di tahun berikutnya.
“Seluruh siswa harap tenang!!,” ucap sino sensei saat memasuki ruangan kelas.
“Aku mendapat kabar bahwa siswa yang tidak masuk cukup lama. Kuroyama Rikuto, sedang sakit
dan di rawat di negaranya karena kebetulan saat itu dia sedang berkunjung ke sana. Jadi, Keputusan
kepala sekolah untuk mengeluarkannya sudah di hapuskan. Tapi, dia hanya akan di hitung sakit dari
bulan desember ini,”
Seluruh murid tidak ada yang mengomentari perkataan sino sensei dan hanya terdiam. Kecuali
Takaki dan temannya yang bernama Takeshi, mereka terlihat sangat senang dengan apa yang di
katakan oleh sino sensei.
Entah kenapa kau juga merasa senang saat mendengar dia tidak akan di keluarkan. Meski begitu,
aku juga merasa khawatir dengan sakit apa yang sebenarnya dia derita. Apa ada kaitannya dengan
apa yang dia katakan saat terakhir kali masuk sekolah?
Tiba tiba, Aku teringat saat dia tersenyum padaku. Senyuman yang sangat tulus, tidak terlihat
kebohongan dari matanya lagi. Dan aku selalu tersenyum saat mengingatnya. Karena itu berarti Ri-kun sudah mendapatkan kembali perasaannya yang pernah dia buang. Tapi, aku juga merasa sangat tertekan karena itu menjadi terakhir kalinya aku melihat senyum itu.
Ri-kun bodoh!! Dia pergi saat sudah menunjukkan sesuatu sangat indah padaku. Padahal ibuku
sudah tidak melarang aku berteman dengannya. Karena dia membuktikan perkataannya dengan
tidak menggangguku setelah pergi menyelamatkanku. Tapi, dia malah menghilang seperti ini.
“Misaki!!”
Aku menoleh melihat kiromaru-senpai yang berjalan ke arahku dengan membawa sesuatu di
tangannya. Dia sudah melakukan banyak hal untukku, bahkan dia membelaku saat aku di tuduh
mengambil uang. Karena itu aku juga mulai bersikap baik dengannya.
Akan tetapi, entah kenapa. Aku terus membandingkannya dengan RI-kun, dan terus bertanya pada
diriku sendiri. Apa dia juga akan melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh kiromaru senpai?
Atau dia hanya akan diam dan melihat seperti yang biasa dia lakukan?
+++Misaki’s POV end+++
----
“Sudah mau berangkat?” tanya ayahanya pada Riki.
“Iya,” Jawabnya sambil memberhentikan taksi,
“Akhirnya kau tidak masuk 2 bulan ya,”
“Begitulah. Aku juga merasa tidak enak hingga harus membuat paman jun membelikanku tiket
seperti ini,”
Setelah pulang dengan keadaan terluka dari perkumpulan kelinci sawah, Riki di rawat selama
seminggu hingga sembuh dan memesan tiket pesawat. Tapi, di saat menunggu pesawat. Dia pingsan
di bandara hingga membuatnya di larikan ke rumah sakit.
Setelah melalui pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa dia menderita penyakit demam berdarah
dan harus di rawat hingga sembuh se utuhnya. Pada akhirnya dia harus menunggu satu bulan
perawatan di rumah sakit.
“Aku pergi,”
Setelah Riki naik. Taksi tersebut langsung berjalan dengan perlahan meninggalkan kediaman
ayahnya.
“Aku akan menjalankan apa yang telah di sepakati,” ucap Riki sambil menutup jendela Taksi dan
bersandar pada sofa belakang. Saat ini, Riki menempuh perjalanan menjadi Rikuto kembali. dengan
melepaskan diri dari bayangan masa lalunya setelah menyelesaikan semua masalah yang terkait
dengannya. Dia sudah bukan lagi no. 4 sekarang. Hanya menjadi seorang siswa yang ingin menjalani
harinya dengan normal.
“Paman, tolong sedikit percepat,”
“Baik,”
Setelah memasuki jalan tol. Taksi mempercepat lajunya di jalur cepat, entah karena apa, Rikuto
sangat ingin sampai ke sana sebelum tahun baru. Dia sendiri melupakan apa yang dia ingin lakukan
ketika sampai di sana nanti. Siapa yang ingin dia temui untuk pertama kali.
Perjalanan dengan taksi membutuhkan waktu 40 menit untuk sampai ke bandara. Dengan bantuan
dari jun. Dia tidak perlu melewati bagian checking ticket karena sudah di pesankan saat ada orang
dengan identitas yang tertera. Bisa langsung masuk dan mengikuti penerbangan.
“Aku akan kembali,”
Setelah menunggu 2 jam. Pesawat tujuan tokyo akhirnya tiba, setelah mengecek bawaannya. Rikuto
masuk kedalam kabin dan duduk pada nomer yang tertera di tiketnya.
---
Hari terus berganti, Hingga sampai pada malam tahun baru. Malam di mana semua orang
berbahagia menyambut datangnya tahun baru. Yang di percayai merupakan masa depan baru bagi
semua orang.
Hari ini adalah hari di mana Anak anak berlari dan bermain dengan cerianya di Festival tahun baru.
Dan juga orang dewasa yang melupakan masalahnya sejenak untuk berbahagia menyambut
datangnya tahun baru.
Misaki berjalan melalui kumpulan orang orang yang sedang berbahagia. Dengan suasana yang
menggembirakan. Tapi, wajahnya tidak menunjukkan kegembiraan sama sekali. Dia tidak bisa lepas
dari apa yang sedang dia pikirkan.
Beberapa waktu yang lalu, Dia di beritahu oleh ayahnya bahwa Rikuto pergi ke negaranya adalah
karena melanggar apa yang kakaknya katakan dengan berkelahi dan kerja sambilan. Tapi, ayahnya
tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya karena koneksi dengannya terputus ketika dia
mengirimkan pesan terakhir 2 bulan yang lalu.
Dari kejauhan. Takaki dan Nana yang juga datang ke Festival ini, melihat Misaki berjalan sendiri
dengan pandangan yang tertunduk dan berjalan dengan sangat lambat. Ketika Nana sudah mencoba
memanggilnya, tidak ada balasan darinya.
“Takaki, Kenapa Misaki sendiri? Biasanya kan dia bersama senpai itu?” tanya Nana sambil terus
memandangi Misaki yang terus berjalan
“Orang itu pergi ke villa dengan seluruh keluarganya,” Jawab Takaki. Karena merasa khawatir,
Mereka berdua memutuskan untuk mengikuti Misaki.
Setelah berjalan menjauhi keramaian, Misaki terduduk di bangku taman yang hanya ada sedikit
orang di sana. Dia memikirkan apa yang sebenarnya terjadi hingga Rikuto tidak terlihat hingga 2
bulan. Terlebih, walau dia di bebaskan dari ancaman di keluarkan, Jika dia tetap tidak masuk saat
setelah liburan musim dingin. Dengan terpaksa Sino sensei akan membuatnya mengulang kelas satu.
“Ri-kun Bodoh, Jika kau tidak berniat kembali. jangan tunjukan hal yang membuatmu ingin terus
melihatnya darimu!”
---
“salju,” gumam Rikuto saat melewati gerbang bandara. Setelah menempuh perjalanan cukup
panjang. Akhirnya Rikuto sampai di tokyo tanpa keterlambatan satu menit pun.
“Rikuto!!”
Ketika dia akan memanggil taksi, sebuah mobil 2 pintu datang melewatinya. Dengan kaca cukup
gelap hingga dia tidak bisa melihat kedalam mobil sampai orang yang ada di dalamnya keluar dari
mobil.
“Lama tidak bertemu,” Ucap Jun saat keluar dari mobil dan mengulurkan tangannya pada Rikuto.
“Aku senang bisa kembali,” Balas Rikuto sambil menjabat tangan Jun. Tiba tiba, seorang gadis keluar
dari pintu mobil Jun.
“Lama tidak bertemu,”
“Kenapa kau di sini?” tanya Rikuto heran. Mengingat mobil Jun adalah mobil 2 pintu. Jika Akari ikut
di mobil, maka tidak ada tempat duduk untuk Rikuto.
“Maaf tapi, aku hanya bisa membawa barang barangmu,”
“Kalau begitu, aku akan naik taksi. Tidak perlu repot seperti itu,” Ucap Rikuto
“Bukankah kau harus menemui seseorang? Untuk menyapanya kembali?” tanya Akari sambil
menghalangi Rikuto yang akan memanggil taksi.
“Seseorang,” Rikuto terdiam. Mengingat orang yang ingin dia temui saat kembali, orang yang
menjadi salah satu hal yang membuatnya berusaha meyakinkan kakaknya bahwa dia masih harus
melanjutkan sekolahnya.
“Dia ada di Festival di tempat yang sama seperti saat musim panas,” ucap Jun sambil memanggil
salah satu taksi yang sedang menunggu penumpang di bandara.
“Terima Kasih. Jun-san,”
Setelah mendapat anggukan dari Jun, Taksi yang membawa Rikuto berjalan dengan cukup cepat.
Setelah tidak terlihat lagi, Jun dan Akari masuk kedalam mobil.
“Kau tidak masalah membiarkannya?” tanya Jun.
“Aku memang ingin mendukungnya. Tapi, bukan ber arti aku akan mengalah,” Jawab Akari dengan
senyuman di wajahnya. Setelah memakai sabuk pengaman, mereka berdua mengambil jalan lain
yang tidak di lewati oleh taksi.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, Jika dengan kecepatan tinggi memakan waktu 30 menit.
Maka, dengan keadaan salju yang menumpuk di jalan akan memakan waktu yang lebih lama lagi,
karena akan berbahaya jika melakukan pengereman di jalan yang bersalju ketika mengemudi dalam
kecepatan tinggi.
“Maaf tuan. Jalan di depan macet karena terlalu banyak orang dan juga jalanan yang bersalju akan
memperlambat laju mobil,”
“Tetap seperti biasa, Jika dalam 20 menit kita tidak bisa keluar dalam kemacetan. Aku akan turun,”
Supir taksi kembali berkonsentrasi pada mobilnya untuk melewati kemacetan. Rikuto mengaktifkan
kembali ponselnya yang sudah tidak aktif sejak 2 bulan. Seperti yang di duga, ada sekitar 10 pesan
yang belum terbaca. Yang paling mencolok adalah pesan dari Jun-san beberapa minggu yang lalu
dengan isi singkat.
‘Ri-Kun Bodoh!!’ Tulisnya. Dengan melihat tulisannya saja Rikuto sudah tahu bahwa dia adalah
Misaki dan itu semakin membuat niatnya untuk bertemu Misaki semakin kuat.
---
Karena tidak memiliki tujuan. Misaki memilih untuk pulang walau waktu masih menunjukkan jam 11
malam. Tapi, karena tidak memiliki tempat yang ingin di kunjunginya. Mungkin keinginannya saat ini hanya ingin beremu Rikuto.
“Ri-kun Bodoh!!. Harusnya dia tidak perlu datang untuk menyelamatkanku jika tahu dia akan di
pulangkan sebagai resikonya. Semua adalah salahku karena terbujuk oleh Takuya dengan iming
iming mengetahui hal yang tidak pernah di ku ketahui tentang Ri-kun. Kenapa dia harus datang? Jika
dia tidak naik kelas, Aku tidak akan pernah memafkan diriku sendiri. Dia selalu bersikap baik tanpa di ketahui oleh siapapun, bahkan dia tidak ingin terlihat saat melakukan hal baik,”
Misaki berjalan dengan langkah pelan. Menahan dinginnya salju yang tiba tiba turun di malam yang
cerah. Sehingga dia tidak menggunakan mantel untuk menghangakan badannya.
Di belakangnya masih ada Nana dan Takaki yang mengikuti dengan menggunakan topeng agar tidak
di sadari. Melihat Misaki yang sangat murung, Nana berniat untuk mengajaknya bicara. Tapi,
“Tidak perlu, Sebentar lagi. Orang yang tepat akan datang,”
Takaki memegang tangannya untuk mencegah apa yang akan dia lakukan, Seperti apa yang dia duga,
Seorang laki laki berjalan di atas jalanan bersalju putih dengan pakaian yang serba hitam. Dia dan
Misaki berjalan di jalur yang sama. Pandangan lelaki itu lurus ke depan, tanpa terlihat keraguan di
matanya. Mereka terus berjalan hingga berada di jarak di mana mereka akan bertabrakan.
“Yo!”
Misaki mendongkak melihat ke depan setelah mendengar suara yang tidak pernah di dengarnya
sejak 2 bulan yang lalu. Wajahnya yang terlihat jelas karena terkena pantulan sinar bulan. Misaki
terus memandang orang yang di depannya dengan tidak percaya. Orang itu terus memandang ke
arah Misaki hingga dia tersenyum pada Misaki. Dengan senyuman yang sama dengan 2 bulan yang
lalu.
Melihat senyuman yang di berikan untuknya, Misaki semakin terkejut hingga tidak bisa menahan air
matanya. Dia menutupi wajahnya untuk menutupi tangisannya tapi,
“Kau akan kedinginan,”
Tanpa di duga, Orang itu memakaikannya mantel yang sedang di pakainya. Saat Misaki kembali
melihat ke arahnya, dia melihat orang itu melihat ke arah lain sambil menggaruk kepalanya.
“Ri-kun bodoh!! Padahal kau selalu menolak untuk ku pinjamkan Mantelku!!”
Misaki berlari ke arah orang yang ada di depannya, Rikuto. dengan tangisnya memukuli tubuh Rikuto
yang berdiri tegak di hadapannya. Dia berusaha menuangkan semua hal yang memberatkannya.
Setelah sudah bisa mengendalikan dirinya. Misaki kembali berdiri di hadapan Rikuto .
“kadang kadang, Aku boleh bersikap egois dan keren kan?” tanya Rikuto.
“Kau selalu egois!!”
“Kenapa kau menyelamatkanku saat itu? Kau pasti sudah tahu resikonya kan?” tanya Misaki
“karena aku bodoh,” Jawab Rikuto tenang.
“Kau itu hampir tidak naik kelas tahu!” ucap Misaki cemberut seolah sedang marah.
“Aku tahu,” Jawab Rikuto tenang.
“Jika kau harus mengulang juga tidak masalah,” Tambahnya
“Bagiku masalah!! Aku tidak ingin temanku di rendahkan karena tidak naik kelas!.”
“Apa tidak masalah?” tanya Rikuto tanpa menanggapi perkataan Misaki.
“Apanya?” Misaki balik bertanya pada Rikuto.
“Jika kau terus berteman denganku?”
“Ibuku sudah tidak melarangku lagi. Dia bilang kau adalah pria yang membuktikan perkataanmu. Dan juga, Aku ingin terus menjadi temanmu,” Jawab Misaki.
“Kalau begitu, syukurlah,” Gumam Rikuto. mereka kembali terdiam, Seperti tidak banyak yang bisa di bicarakan dalam pertemuan mereka setelah 2 bulan tidak bertemu. Tiba tiba, beberapa kembang api di luncurkan dan meledak di langit. Tahun telah berganti. Mereka berdua menatap sejenak ke arah
kembang api dan kemudian saling berhadapan kembali
“Mohon bantuannya di tahun ini,” Ucap Rikuto
“Aku juga, Mohon bantuannya di tahun ini,” Balas Misaki sambil tersenyum. Setelah saling memberi
selamat, mereka berdua kembali memandang kembang api yang masih di luncuran dari arah kuil.
Kembang api yang meledak memberikan banyak warna di langit yang terasa sepi.
“Sepertinya, Kembang api lebih bagus di lihat dari jarak ini,” gumam Rikuto tanpa mengalihkan
pandangan mereka.
“Benar juga ya,” ucap Misaki. Selama beberapa menit mata mereka berfokus pada keindahan yang di
berikan oleh kembang api di awal tahun.
Masalah di antara mereka telah berakhir, Ibu Misaki telah tidak menghalangi mereka untuk terus
bersama sebagai teman. Keluarga Rikuto telah memberikan kebebasan untuk terus bersekolah
hingga lulus. Masalah Rikuto dengan kelinci sawah juga telah diakhiri sepenuhnya olehnya. Segala
kesalapahaman yang terjadi antara ibu Misaki dan ayahnya sudah berakhir. Dan juga, Dengan
pertemuannya dan Misaki, Perasaan Rikuto yang sebelumnya dibuang olehnya perlahan kembali.
sehingga dia menerima Misaki sebagai temannya walau sebelumnya dia tidak mempercayai satu
orangpun.
Perubahan akan terus terjadi, Yang menjadi masalah bukanlah perubahan tersebut. Tapi, bagaimana
cara seseorang untuk menyikapi perubahan. Yang harus di lakukan adalah terus berjalan dan
menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Karena, Mengeluh tidak akan menghasilkan apapun, Mencoba melawan arus perubahan pun hanya akan membuat diri sendiri menahan sakitnya.
Mereka yang terus berjalan dengan tenang di atas perubahan yang terjadi akan mendapat hasil
sesuai dengan yang mereka lakukan.
Setelah kembang api berakhir, Mereka berdua kembali saling memandang dalam kesunyian. Saling
menunggu orang yang di depannya untuk mulai mengatakan sesuatu dan terus terdiam hingga
Rikuto mengambil keputusan untuk mulai membuka pembicaraan.
“Misaki,” Pangggil Rikuto dengan nada rendah memecah kesunyian yang ada dan membuat Misaki
memandang ke arahnya.
“Aku kembali, Mulai sekarang. Teruslah menjadi temanku,”
Rikuto mengulurkan tangan ke arah Misaki, kemudian tersenyum ke arah Misaki. Dengan Membalas
senyuman Rikuto, Misaki menerima uluran tangannya dan menjabatnya.
“Selamat datang kembali, Ri-kun,”
Setelah saling memberi salam, Mereka berdua memandang sisa sisa dari kembang api yang di
luncurkan. Dengan tangan yang masih saling berpegangan. Setelah ini, Akan ada sebuah permulaan
baru bagi mereka berdua. Atau mungkin, Bagi seluruh orang yang ada di dunia ini.