“Sudah ku duga kau yang ada di balik semua ini,”
Rikuto melepas sarung tangannya yang sobek dan mantel yang dia kenakan. Tanpa merespon
perkataan Rikuto, Takuya hanya diam memandang Rikuto sambil tersenyum.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Rikuto saat sudah melepas mantel dan sarung tangan. Darah yang
mengalir di tangannya sama sekali tidak di perdulikan olehnya.
“Seperti yang ku harapkan. Kau sama sekali tidak mempermasalahkan luka itu ya?” ucap Takuya.
Tanpa menjawab Rikuto terdiam sambil memandang Misaki yang sedang terikat dengan mata dan
mulut yang tertutup oleh perekat dan penutup mata.
“Kau tidak datang dengan identitias aslimu kan?” tanya Takuya
“Terus kenapa?” Rikuto balas bertanya. Matanya masih terfokus pada Misaki yang terikat seperti
memikirkan sesuatu.
“Aku tidak akan mau memulainya sebelum kau kembali pada dirimu yang dulu,”
“Memulai apa? Aku tidak datang untuk bermain!”
Setelah mengatakannya, Rikuto langsung berlari lurus ke arah Misaki. Setelah akan di hentikan oleh
Takuya, Dia berhenti dan mengambil rute lain memutar. Setiap akan di hadang oleh Takuya, Dia
melakukan hal yang sama tanpa menyerang ataupun melewatinya. Tapi, dia terus berlari
mengelilingi Misaki yang terikat.
“Bisa seperti ini juga membuktikan kehebatan dirimu yang dulu,” Gumam Takuya sambil terus
mencoba menangkap Rikuto
“Memangnya apa bedanya dulu dan sekarang!?” ucap Rikuto sambil mengulurkan tangannya saat
sudah dekat dengan Misaki. Tentunya, Takuya tidak membiarkannya dan melayangkan tendangan
yang melewati atas kepala Misaki dan mengarah pada Rikuto. Dengan terpaksa, dia menahan
tendangannya dan mundur beberapa langkah agar tidak terlempar oleh tendangan keras itu
“Aku ada pertanyaan,”
“Ajukan saja,”
Setelah melakukan ‘kejar kejaran’ tidak ada tanda mereka berdua terengah. Suara nafas mereka
berdua yang masih terkendali itu terdengar di telinga Misaki yang sebenarnya masih sadar.
“Kenapa kau menyerah saat turnamen?” tanya Rikuto
“karena, Lawanku sama sekali tidak serius. Dan juga, Peraturan tidak membolehkan mengalirkan
darah lawan. Lagipula, yang ingin ku lawan bukan kuroyama. Tapi, no 4,”
“Dari mana kau tahu aku tidak serius?”
“dan juga. Kenapa kau tahu aku adalah no.4?
“Meskipun kau menyerang. Kemampuan serang itu bukanlah kemampuan yang dapat melumpuhkan
4 orang pilihanku,” Jawab Takuya
“Kecuali saat kau menghentikan serangan kuatmu ketika aku menyerah. Normalnya kau pasti tetap
mengenaiku dan gugur,” tambah takuya
“Jika kau ingin melawan no 4. Kau salah orang!” ucap Rikuto tegas. Mendengarnya, Emosi Takuya
naik dan langsung mengarahkan pisaunya ke arah Rikuto. Karena sedang emosi, serangannya bisa
terbaca oleh Rikuto tapi,
“Aneh, Aku tahu kemana dia akan mengarahkan pisaunya. Tapi, kenapa aku tidak bisa merebut pisau
itu,” gumam Rikuto sambil berusaha mengambil pisau itu dari Takuya.
“Apa kau masih mengubah fakta bahwa kaulah no 4!!,”
Tanpa di duga , Takuya mengarahkan pisau ke arah lain dan membuat Rikuto menurunkan
tangannya. Tapi,
*Bugg
Salah mengarahkan itu hanyalah pengalih perhatian. Sebenarnya itu adalah apa yang dia lakukan
untuk bisa melayangkan tendangan ke perut saat Rikuto lengah. Berkat ketidak sadarannya itu, Dia
terlempar hingga menjatuhkan kardus yang ada di pinggir gudang.
“Jika kau sudah menerima fakta, Kau pasti mudah menghindarinya,” Ucap Takuya tenang.
“Kemampuan bela diri Kuroyama Rikuto hanyalah seperti sebuah semut kecil di mataku,”
“Aku tidak megerti apa yang kau katakan,”
Mendengar Rikuto yang masih mengelak, Takuya mendecih dan membalikkan pisaunya. Kemudian
dia mendekati Misaki yang tidak bergerak.
“Apa yang kau lakukan!?” tanya Rikuto kesal
“Akui bahwa kau adalah No 4!!” Tegas Takuya
“Aku bukan dia,”
“Kau tidak perduli dengan apa yang terjadi dengannya kan?”
Saat melihat Takuya mengarahkan pisaunya ke arah Misaki, Rikuto langsung berlari untuk
menghentikannya. Tetapi, tujuan Takuya bukanlah untuk itu melainkan,
*Brugh
Dia meraih tangan Rikuto dan melemparnya ke tumpukan kardus dan barang bekas lainnya yang ada
di belakangnya
“Aku punya 4 bukti bahwa kau adalah dia,” ucap Takuya
“satu. Jaringan informasi dengan kodename Jo yang membawamu ke sini, itu adalah milik No.4.”
“Dia hanyalah kenalanku,”
“sebanyak yang aku tahu, Jo itu hanya akan membagikan informasi pada No 4. Walaupun di beri ijin
dari no 4. Tetap akan menolak membagikannya pada orang lain,”
“Diamlah,” Ucap Rikuto sambil mencoba berdiri. Pakaiannya sudah kotor dan luka goresan pisaunya
bertambah di bagian pergelangannya.
“Kedua, Kenapa orang di foto yang tersebar dan di fotomu yang ku ambil saat melawan 4 orang itu
sama? Bahkan internet telah mengidentifikasinya dan mengatakan bahwa itu adalah orang yang
sama,” ucap Takuya sambil terus mengungkapka fakta fakta yang ada.
“Diam!!” Tegas Rikuto
“Ketiga, kau memiliki kesamaan yang paling mendasar. Selalu membuat targetmu menyerangmu
dengan emosi. Sehingga ke lalaian mereka membuatmu bisa melayangkan seranagan balasan yang
lebih kuat di banding jika kau menyerangnya langsung,”
Rikutot terdiam sambil menunduk. Rambutnya menutupi matanya, secara mendadak, hawa yang
keluar darinya itu menjadi sangat dingin.
“Kuncinya adalah benda yang kau sembunyikan di rambutmu,” Tambah Takuya.
Mengabaikan lawan bicaranya, tangan Rikuto mengambil sesuatu di rambutnya dan membantingnya
hingga pecah.
“Ini maksudmu?” tanya Rikuto sambil menatap lurus ke Takuya, dengan rambut yang lebih panjang
hingga menutupi mata kanannya. Persis dengan yang ada di foto itu
“Kau akhirnya mengakuinya,”
“Karena aku telah mengambil kembali rasa sakit yang ku tinggalkan. Ada bayaran bagi orang yang
membuatku melakukannya,” Ucap Rikuto tenang
“Aku harus membuatnya merasakan rasa sakit yang sama. Atau mungkin harus ku musnahkan?”
---
“hah? Riku sakit?” tanya Takaki sambil menerima lembar jawaban yang di berikan Akari
“Dia pergi kan? Ketempat orang yang mengincarnya?” tanya Takaki saat tidak ada orang di
sekitarnya
“Kau tahu?” Akari balas bertanya dengan heran
“Aku sudah tahu sejak awal. Akan tetapi, itu sangat sulit untuk membuat Riku datang,” Jawab Takaki
“Aku sudah menyadari semuanya. Tapi, aku memilih diam daripada membuat seluruh kelas jadi
menanyakan hal aneh pada Riku,” tambahnya
“Ada juga orang sepertimu ya?” gumam Akari.
“Aku akan bilang pada kelas untuk tidak menjenguk Riku. Karena mereka pasti akan pergi untuk
menjenguknya jika mendengar Riku sakit,”
“begitu ya,”
“Terima Kasih. Hirasawa-san,”
Takaki pergi meninggalkan Akari yang masih bersandar di depan papan pengumuman dengan
melipat tangannya.
“Apa yang sedang terjadi ya?” gumamnya sambil berjalan kembali ke kelasnya.
---
Entah siapa yang memulai. Antara Rikuto dan Takuya saling menyerang dan sepertinya mengabaikan
Misaki yang masih terdiam karena tidak bisa bergerak. Tujuan Rikuto sudah berubah semenjak dia di
pojokkan dan ingin melumpuhkan Takuya unuk menutup mulutnya. Tapi, ternyata mereka berdua
memiliki kemampuan yang imbang. Entah sudah berapa menit berlalu sejak mereka mulai
berhadapan secara langsung.
“Kenapa kau selalu melarikan diri?” tanya Takuya
“Aku tidak melarikan diri. Aku hanya membuang sosok ini dan beralih untuk hidup dengan tenang,”
Jawab Rikuto. Setelah beberapa saat, mereka berdua berhenti melakukan aktifitasnya
“Itu melarikan diri. Hal yang seharusnya kau terima adalah berubah tanpa mengubah fakta bahwa
kau adalah No. 4!!” tegas Takuya,
“Dan juga, kehidupan sekolah yang tenang tidak cocok untuk jiwa yang sudah ternodai seperti kita,”
tambahnya
“Mungkin kau benar. Tapi, Alasanku mengubah namaku bukan untuk mengubah fakta. Melainkan
memutuskan ikatan dengan keluargaku yang dulu. Aku mencegah orang tahu kalau aku adalah no 4
karna akan merepotkan jika mereka tahu,”
“Itu sama saja melarikan diri,”
“Apanya?”
“Kau selalu melarikan diri. Tidak suka ada dalam sebuah keluarga, kau melarikan diri dengan cara
mengubah namamu. Saat kau tidak suka masa lalumu di bicarakan, kau melarikan diri dengan cara
menceriakan kebohongan. Saat kau tidak ingin kembali menjadi no 4, Kau melarikan diri dengan cara
mengatakan kebohongan bahwa kau dan dia adalah orang yang berbeda,”
“Apa salahnya melarikan diri jika kau tidak mampu menghadapi sesuatu?,”
“Saat kau kehilangan ibumu. Karena kau takut merasakan rasa sakit, Kau melarikan diri dengan cara
membuang perasaan dan ekspersimu,”
“Aku tidak membuangnya dengan keinginanku!!” tegas Rikuto
“Kau melarikan diri dari kemungkinan di khianati temanmu dengan cara tidak menganggap mereka
teman. Kau melarikan diri dari rasa sakit kehilangan seseorang dengan membuang perasaan untuk
mencintai seseorang. Saat perasaan itu muncul kembali pada orang yang dekat denganmu, Kau
melarikan diri dengan terus mencari alasan kenapa kau harus memliki perasaan dengannya,”
“Diam!!”
“Saat orang tersebut berubah dan dekat dengan orang lain. Kau melarikan diri dari rasa tidak
nyaman melihat mereka bersama dengan memutuskan untuk bersikap seperti tidak pernah dekat
dengan kedua orang itu, Bahkan jauh sebelum itu kau memutuskan untuk keluar dari organisasi dan kabur kesini,”
“Diamlah!!!” Ucap Rikuto setengah berteriak.
“Memang benar aku melarikan diri. Setidaknya itu lebih baik dari pada terus berada di atas rasa
sakit!,” Tambahnya
“Tentang perasaanku yang telah tumbuh kembali. Aku menekan perasaanku karena aku melihat
orang itu telah menemukan orang yang cocok untuknya. Dan aku bersikap seperti tidak pernah
dekat karena jika aku tetap seperti biasa, itu hanya menjadi masalah bagi keduanya,”
“Pengecut,” Ucap Takuya kesal
“Aku tidak perduli dengan apa yang kau katakan. Lebih baik kita selesaikan urusan ini dan aku akan
membawa Misaki pulang,” Balas Rikuto tenang. Misaki yang sadar di balik ikatan dan mata serta
mulut yang tertutup itu terus bertanya tanya, Siapa yang mereka maksudkan. Setelah Rikuto
menyelesaikan perkataannya mereka kembali saling menyerang. Akan tetapi, kali ini benar benar
imbang. Walau beberapa sayatan berhasil menembus kulit Rikuto tapi itu tidak menghambatnya
untuk tetap berusaha melumpuhkan Takuya yang sangat bersemangat.
“Apa kau pernah membunuh seseorang?” tanya Takuya saat Rikuto menangkap pukulannya.
“Tidak,” Jawab Rikuto singkat
“Tapi, kenapa kau sangat tenang saat melihat orang di sakiti? Atau, kenapa kau bisa mengalirkan
darah seseorang tanpa mengubah ekspresimu?”
“Karena, Aku sudah biasa melihat kematian di hadapan mataku. Dan aku tahu batas untuk menyiksa
seseorang agar dia tidak mati di tanganku,” Jawab Rikuto sambil mencoba membanting Takuya,
“Batasan?”
“Jika seseorang ku siksa. Aku tahu apa yang harus ku lakukan untuk membuatnya sangat tersiksa
tanpa membuatnya sekarat sampai mati,” Jawab Rikuto sambil melempar Takuya yang sudah lelah
ke atas. Meski begitu, Takuya tidak membiarkan dirinya terbanting tanpa meningalkan jejak. Dia
memberikan luka sayatan yang cukup besar pada telapak tangan Rikuto
“Kalau aku, Pernah membunuh 3 orang,” ucap Takuya saat kembali bangun setelah di jatuhkan
“Aku sudah tahu, dari Sikapmu yang menikmati untuk menyiksa orang lain itu sudah
memberitahukannya secara jelas,”
“Pertama kali aku membunuh itu saat SMP. Korbannya adalah orang yang sering mengucilkanku,”
Tambah Takuya sambil menunggu Rikuto membalut luka di tangannya dengan kain.
“Aku sudah tahu, Kau bisa melukai tanganku sedalam ini hanya dengan pisau kecil,”
Setelah dia selesai membalut Lukanya. Takuya kembali mengarahkan pisau ke arahnya. Dia
mengambil sebuah potongan besi sepanjang 30 cm dan memegangnya seperti memegang pedang.
“Aku tidak punya banyak waktu untuk bercerita padamu,” Ucap Rikuto sambil berlari kembali. Kali
ini, dia sudah berniat untuk mengakhiri semuanya. Batang besi berkarat yang dia pegang tidak
memiliki sisi tajam sedikitpun.
“Aku juga akan membuatmu tidak bisa bergerak sebelum kau di serahkan pada kelinci sawah,” balas
Takuya sambil mengarahkan pisaunya pada Rikuto. Saat dia mengucapkan kelinci sawah. Rikuto
menunjukkan wajah terkejut, akan tetapi setelahnya dia tersenyum licik dan memukul leher Takuya
sekuat tangannya yang terluka hingga pisau yang di pegang Takuya terjatuh dari tangannya karena
pukulan kuat di lehernya.
“Kau memang selalu bisa menyerang dengan pisau se pendek itu. Tapi, Kau juga terlalu membuka
celah pada leher ketika melayangkan serangan. Jika orang yang kau hadapi menggunakan katana
atau pedang lainnya. Kau pasti sudah terpenggal,” Ucap Rikuto. Dia mengambil pisau yang jatuh dan
melepaskan ikatan pada kaki dan tangan Misaki, serta melepas penutup mata dan mulutnya
“Ini belum seles__”
Sebelum Takuya menyelesaikan omongannya. Rikuto menancapkan pisau itu pada pergelangan
tangan Takuya. Dengan posisi, jika takuya bergerak. Maka lukanya akan semakin dalam. Bukan hanya itu, Rikuto menarik tangan Takuya yang tidak tertusuk ke arah yang berlawanan dengan sendinya hingga menimbulkan suara patah tangan. Dan melakukan hal yang sama pada kakinya.
“Itu kan?”
Misaki yang melihatnya dari jauh mengingat pisau yang menancap di kaki salah satu dari 4 preman
yang ada di dekat ATM beberapa bulan yang lalu.
“Untuk patah pada tangan dan kaki adalah balasan untuk menyerang rekan yang akan melawanmu
untuk membawaku ke hadapanmu. Aku tidak bisa melakukannya saat turnamen karna kau
menyerah,”
“Kau memang hebat. Aku sudah puas bisa melawanmu yang serius, tidak ku sangka aku akan di
kalahkan,” ucap Takuya pelan
“Takuya-Sama!!!”
Tiba tiba, sebuah pistol menempel di kepala Rikuto dan siap untuk di tembakkan. Tapi, sebelum itu
terjadi, Rikuto membalikkan badannya dan menjatuhkan pistol yang di pegang olah Kenji
“Aku pergi,”
Rikuto membawa Misaki yang terlihat belum sadar dengan menggendongnya di depan. Melihat
mereka pergi, Kenji berniat untuk mengejar. Tapi,
“Cukup. Aku sudah puas dengan itu,” ucap Takuya saat menghentikan pelayannya.
.
“eh? Aku di gendong seperti tuan putri!?” Gumam Misaki dalam hati ketika membuka sedikit
matanya. Rikuto membawanya menaiki anak tangga dengan pelan, karena beberapa luka yang ada
di tubuhnya, Dan juga dia harus membawa Mantelnya.
“Apa aku akan di bawa di tengah kota seperti ini?” tanya Misaki dalam hati. Ternyata, Rikuto hanya
menjauhkan diriya dari jangkauan Takuya dan berhendi di dalam sebuah kamar yang barada di lantai
dasar apartemen yang tidak terpakai.
“Ri-kun,” Misaki bersikap seolah dia baru sadar
“Kau tidak apa apa?” tanya Rikuto
“hm,”
“Aku akan membersihkan tubuhku, Kebetulan kamar mandi ini memiliki air bersih walau itu dingin,”
“Jika ada apa apa bersembunyilah di lemari atau di bawah tempat tidur,” Tambahnya sambil
memasuki kamar mandi dan membersihkan dirinya dari luka dan kotoran.
---
+++Rikuto’s POV+++
Jam sudah menunjukkan pukul 3. Untuk sampai ke tokyo dengan menggunakan Shinkansen, Waktu
yang di perlukan sekitar 4 jam perjalanan. Dan satu jam untuk keterlambatan dan yang lainnya. Jadi,
Aku mungkin akan sampai rumah sekitar pukul 8 malam nanti.
Sepanjang jalan ke stasiun. Aku dan Misaki tidak membicarakan apapun, setelah saling
membersihkan diri, Kami langsung bergegas ke stasiun. Meski begitu, kami tidak mengucapkan satu
katapun untuk di bicarakan sepanjang jalan. Dan Misaki hanya berjalan di belakangku
Dengan situasi sunyi ini aku jadi teringat perkataan Takuya tadi. Memang benar, Aku selalu
melarikan diri. Akan tetapi, aku melakukannya karena tidak tahu apa yang harus ku lakukan saat ini.
Saat ini, Jika aku memang akan di pulangkan. Aku mungkin akan menghadapi mereka untuk
meluruskan masalah ini.
“Ri-kun, Apa kau lapar?” tanya Misaki di ruang tunggu
“Kau lapar? Aku bawa beberapa makanan yang sempat ku beli pagi ini,” Ucapku sambil mengambil
makanan yang ku simpan di dalam tas kecil yang ku bawa.
“Terima Kasih,”
“Misaki,”
“Kalau bisa, Jangan panggil aku Ri-kun lagi,” Tambahku, Misaki yang sedang memakan makanannya
teridam sambil melihat ke arahku,
“Karena, Setelah ini. Aku sudah berjanji untuk tidak melibatkanmu lagi dalam hidupku,” Aku
memalingkan wajahku. Tidak ingin melihat wajah Misaki yang sepertinya masih sedikit tertekan atas
kejadian yang menimpanya
“berjanji dengan siapa?” tanya Misaki pelan sambil memegang bagian belakang mantelku
“Aku sudah bicara dengan ibumu. Saat itu, Aku merasa dia sengaja memarahiku untuk membuatku
membuang waktu agar bisa mencari celah kesalahanku. Karena itu, Aku minta dia menyudahi
pembicaraan dengan jaminan seperti yang telah ku sebutkan“Jawabku. Tak lama kemudian, Kereta
datang dan beberapa penumpang keluar dari gerbong.
“Kenapa? Kenapa kau membuat keputusan yang__”
“Maaf, Aku tahu apa yang akan kau katakan. Mulai hari senin, bersikaplah seperi sebelumnya,”
“keretanya sudah datang!”
Aku tidak memberikan kesempatan Misaki berbicara dan menariknya memasuki kereta. Kemudian
duduk di bangku yang berbeda dengannya. Aku tidak ingin melihat kesedihannya, Dari nada
bicaranya aku tahu dia mungkin akan menangis jika aku melanjutkan apa yang ku katakan.
‘Jun-san Jemputlah Misaki di Stasiun,’ tulisku dan mengirimnya pada Jun-san. Setelah ini aku berniat
langsung pulang dan mengistirahatkan tubuhku yang sudah terlalu banyak bekerja.
----
Setelah sampai di tokyo. Misaki di jemput oleh ibunya dan Jun-san, sepertinya mereka sudah
berdamai. Dari jauh, ku lihat Jun-san melambai ke arahku. Tapi, Aku mengabaikannya dan pergi ke
gerbang lain stasiun. Aku tidak ingin mengusik keluarga mereka yang baru saja kembali utuh.
Dengan langkah pelan, Aku kembali menuju rumahku sambil mengira ngira apa yang akan terjadi
setelahnya. Jika aku memang tidak di pulangkan, Aku pasti akan pergi dari hidup Misaki. Dengan
tujuan agar dia mengalami hal yang seperti ini.
Walaupun rasanya sangat berat untuk kembali ke keluarga yang aku sama sekali tidak ingin ada di
dalamnya. Tapi, yang paling ku rasakan adalah berat untuk menghilang dari kehidupan Misaki.
Setelah apa yang terjadi padaku dan dia hari ini. Terlebih sialan Takuya itu mengungkit perasaanku
pada Misaki yang sudah ku kubur tepat di hadapan Misaki.
“Kau sudah pulang?”
Aku terkejut mendengar suara seseorang yang ku kenal. Terlebih setelah melihat sosoknya duduk di
depan Pintu rumahku yang di kunci. Bagaimana dia masuk kedalam pagar?
“Akari? Kenapa kau ada di sini?” tanyaku. Akari masih menggunakan seragam sekolahnya,
kemungkinan dia tidak pulang ke rumahnya sebelum datang ke sini
“Ini permintaan dari seseorang kuroyama-san. Kau terluka kan? Aku akan mengobatimu,” Jawab
Akari dengan senyuman bangganya. Yang sudah bosan ku lihat.