Happiness In An Unfair World. Chapter 26 - Misaki’s Despair

Diposting oleh Label: di
“Aku pulang,” Ucap Misaki sambil melepas sepatunya.
“Ibu?”
Keadaan Rumah nya tidak seperti biasanya. Seluruh lampu di matikan kecuai ruang makan. Situasi
seperti ini hanya terjadi saat dia akan di marahi atau ada sesuatu yang membuat ibunya tidak
merasa baik.
“Kau dari mana?” tanya Sang ibu saat Misaki menunjukkan diri di ruang makan.
“Aku kan sudah bilang akan pergi belanja,” Jawab Misaki gemetar. Sepertinya dia sangat takut
dengan kemarahan ibunya yang membuatnya di jauhi oleh beberapa temannya.
“Jawab dengan jujur!” Tegas ibunya cukup keras hingga Misaki terlihat sangat takut. Suasana di
dalam rumah terasa sangat panas. Hal ini selalu terjadi saat Misaki melakukan kesalahan besar. Akan
tetapi, saat ini dia tidak merasa dirinya melakukan sebuah kesalahan.
“Setelah belanja. Aku pergi ke rumah temanku,” Jawab Misaki se adanya. Ibunya tidak segera
membalas perkataan Misaki dan malah bermain dengan ponselnya seperti sedang mencari sesuatu.
Setelah saling diam beberapa lama. Sang ibu menunjukan sebuah foto pada Misaki dan langsung
membuatnya sangat Terkejut
“Ke Rumahnya?”
Di gambar itu. Misaki sedang berbicara dengan wajah yang berseri di depan sebuah rumah. Di foto
kedua, Orang yang ada di rumah itu terlihat dengan jelas dengan wajah yang tidak ber ekspersi. Dia
adalah Rikuto yang saat itu sedang menyembunyikan sesuatu dan meminta Misaki agar segera
pulang. Setelah terdiam memandangi foto itu, Misaki mengangguk dengan ragu.
“Bukankah aku sudah bilang agar kau tidak terlalu dekat dengannya apalagi sampai suka padanya!”
“Aku tidak suka padanya. Kami hanya berteman,” Jawab Misaki sambil menutupi wajahnya
“Jarang sekali aku melihatmu menutupi wajahmu ketika berbicara tentang lelaki,” Ucap Sang ibu
“Apa kau yakin bahwa dia juga mengaggapmu teman? Karena kau pernah bilang kalau dia sama
sekali tidak menganggapmu teman,” Lanjut ibunya
“Sekarang dia sudah sedikit berubah. Aku yakin dia mengaggapku temannya,” Jawab Misaki Ragu
“Kenapa kau ragu saat menjawabnya?”
“Jika memang kalian berteman, Apa dia sudah tidak menyembunyikan apapun padamu? Terlebih,
kenapa kau ingin berteman dengan orang yang sudah merebut kebahagiaanmu?”
“Ibu! Itu hanya kesalapahaman kan!? Memang benar, dia masih menyembunyikan beberapa hal.
Tapi, kan__”
“Misaki. Walaupun itu kesalah pahaman. Ibu tetap tidak suka kau berteman dengan orang yang tidak
punya tujuan. Tidak, Mungkin dia juga sudah tidak memiliki perasaan. Sedangkan anak yang pintar
dan baik seperti Jirou-kun kau abaikan walau dia sudah berusaha untuk memberikan perhatian lebih
padamu,” Ucap ibunya memotong perktaan Misaki.
“Ri-kun masih memiliki perasaan! Aku pernah melihatnya depresi, dan marah! Lagipula, Kenapa
harus membawa nama Kiromaru-senpai?” Sanggah Misaki tegas
“Ri-kun? Hubunganmu sudah sedekat itu ya? Apa kau yakin itu bukan sesuatu yang di buatnya saja?”
tanya ibunya
“Aku tidak tahu,” Jawab Misaki setelah terdiam
“Kalau begitu, itu tdak bisa membantah apa yang ku kata__”
“Lagipula. Apa kau tidak lelah terus menentukan aku harus berteman dengan orang seperti apa atau
dengan siapa!? Jika kau ingin tahu apa yang membuatku tidak memiliki teman dan sangat senang
dengan Ri-kun yang menjadi temanku, Itu adalah kesalahan ibu yang tidak menger__”
*Plakk!!
Misaki terdiam memegangi pipinya yang memerah karena tamparan pertama yang dia terima dari
ibunya se umur hidupnya. Menahan air mata yang sudah mengumpul di pelupuk matanya agar tidak
keluar di depan ibunya.
“Aku melakukan itu untuk kebahagiaanmu! Dengar ya, Aku tidak ingin kau terlalu melibatkan dirimu
dengan anak yang sepertinya atau kau akan menjadi seperti dia. Cobalah lebih terbuka pada Jirou-kun. Ibu yakin dia lebih baik untukmu dari pada anak itu,” Ibunya memelan. Seperti tidak tahan
melihat wajah sedih Misaki yang menerima tamparan darinya.
“Dan juga, Jangan panggil dia Ri-kun,” Tambahnya. Tanpa memberi respon, Misaki berdiri dan
berbalik
“Kau mau kemana!?” tanya Ibunya
“Aku akan memikirkan tentang perintah egoismu di kamaru,” Jawab Misaki sambil masuk kedalam
kamarnya dan merobohkan dirinya ke atas tempat tidurnya. Air mata yang sedari tadi di tahan
mengalir dari matanya dengan sendirinya. Tanpa mengeluarkan suara apapun, hanya terdiam sambil
menahan semuanya. Terutama, Ketika melihat wajah ibunya memelas setelah menamparnya. Di
satu sisi, Misaki tahu apa yang di lakukan ibunya itu memang benar. Akan tetapi, lubuk hatinya tidak
suka bila orang itu di anggap Rendah oleh ibunya.
“Besok, Aku akan meminta Jirou-kun untuk menemuimu. Bicaralah dengan baik padanya. Karena,
beberapa minggu kedepan sampai pertengahan musim gugur. Aku harus pergi untuk mengurus
sesuatu dan kau akan di jaga oleh keluarga kiromaru. Dan juga, Jirou akan ku minta agar kau tidak
terlalu dekat dengan Anak itu” ucap ibunya setengah berteriak dari ruang makan. Misaki tidak
langsung menjawab melainkan terdiam selama beberapa saat, sejak dulu, Ibunya selalu membuat
keputusan tanpa membicarakannya terlebih dahulu pada Misaki. Bahkan ketika akan bercerai
dengan Jun.
“Baik,” Jawab Misaki pelan. Bersaha agar tangisannya tidak di dengar oleh ibunya
“Maafkan aku, Ri-kun,”
----
“Misaki tidak masuk,?” Tanya Sino sensei sambil mengecek buku absen yanga ada di tangannya.
Tanpa melakukan pengecekkan pasti dia akan tahu, karena posisi duduk Misaki yang langsung
terlihat dari depan pintu kelas. Walaupun saat ini dia tidak menghadiri kelas, Di mejanya sudah ada
lembar jawaban seluruh soal latihan untuk satu pekan.
“Abaikan saja dia sensei, Dia hanya merusak pemandangan dengan kehadirannya,”
“Benar! Ketidak hadirannya itu tanda bahwa kelas akan menjadi sangat menyenangkan,”
“Lagipula, Apa dia mencoba untuk bertingkah seperti Kuroyama agar di perhatikan?”
Seluruh siswa berbincang satu sama lain. Dan isi perbincangannya terus mengucilkan Misaki dan
membuat kondisi kelas menjadi sangat berisik. Rikuto yang terlihat tidak nyaman sudah bersiap
untuk memukul meja dan meminta mereka diam. Akan tetapi, niatnya di gagalkan oleh Sino yang
menepukkan tangannya.
“Semuanya harap tenang!. Kerjakan latihan kalian masing masing!,”
“Riku, Apa itu mengganggumu?” tanya Takaki
“Sedikit,” Jawab Rikuto
“Bagian mananya?” tanya Takaki memastikan. Karena, jika jawaban dari lawan bicaranya tidak
terlalu jelas. Maka itu berarti dia telah mengartikan lain perkataan yang di buat Takaki.
“Aku tidak melakukan itu karena ingin di perhatikan,”
“Jadi itu yang kau maksud. Yang ku maksud adalah Misaki. Misaki,” Takaki mengulang kata Misaki
untuk mencegah Rikuto membicarakan hal lain.
“Untuk apa aku khawatir? Yang harusnya kesal dan marah adalah Senpai itu kan? Lagipula aku ingin
memukul meja karena berisik mereka sudah kelewatan,”
“Kuroyama, Takajiro!! Jangan berbincang ketika sedang mengerjakan tugas!,”
Setelah mendapat teguran. Rikuto dan Takaki langsung menurunkan suara mereka. Akan tetapi,
Takaki yang belum merasa puas akan jawan Rikuto mencoba unuk bertanya kembali.
“Kau yakin mengenai ini?”
“Jangan tanyai aku mengenainya lagi,” jawab Rikuto pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari
soal yang di kerjakannya. Merasa sudah tidak bisa berbuat apapun. Takaki tidak mengatakan apapun
lagi dan mulai mengerjakan pekerjaannya. Walaupun dia sangat khawatir tentang hubungan mereka
berdua yang semakin merenggang. Tapi, Dari diri Rikuto sendiri telah memutuskan untuk menutup
mata dan tidak perduli dengan apa yang terjadi. Serta membuatnya terlihat seperti siswa pada
umumnya di mata rekan lainnya..
Kelas berjalan dengan seperti biasanya walau tanpa kehadrian Misaki. Bahkan beberapa siswa
berniat untuk mengadakan pesta perayaan. Merasa hal itu sudah kelewatan, Takaki berniat untuk
menghetikannya. Tapi,
“Tidak perlu,”
saat dia akan bergegas. Rikuto menahannya.
“Kenapa!? Itu sudah keterlaluan!” tegas Takaki
“Jika kau ikut campur. Itu akan membuat Misaki lebih di kucilkan, Karena kau adalah orang yang di
kagumi di kelas ini. Jadi, se bisa mungkin jangan memihak,” Ucap Rikuto tenang sambil
meninggalkan Takaki yang masih berdiam di kelas.
Rikuto berjalan dengan tenang di lorong sekolah. Atau, lebih bisa di bilang berusaha untuk terlihat
tenang. Walau pikirannya sama sekali tidak bisa di bilang tenang.
“Rikuto,”
Rikuto menghentikan langkah kakinya saat melihat Akari sedang berdiri di depannya. Bersandar
pada jendela sekolah sambil melipat tangannya.
“Ada apa?”
“Kau masih bermasalah dengan Misaki?” tanya Akari
“Aku tidak pernah bermasalah dengannya,” Jawab Rikuto tenang
“oh, Kalau begitu. Aku cuman ingin mengatakan kalau Misaki tidak pulang ke rumahnya kemarin,”
Ucap Akari sambil pergi dari hadapan Rikuto
“Dan juga. Aku tidak tahu kalau kau ternyata se pengecut itu,” Gumam Akari di telinga Rikuto saat
melewatinya. Lawan bicaranya tidak mengatakan apapun dan hanya melihat sosoknya berjalan
hingga hilang dari pandangannya
“Aku memang pengecut,” Gumam Rikuto pelan. Tiba tiba, Ponselnya bergetar cukup kuat
menandakan ada telpon masuk dari Jun. Karena sedang berada di tempat yang tidak tepat. Rikuto
menolak panggilannya dan menulis pesan singkat
‘Ada apa?’
Tidak lama setelah e-mail di kirim. Balasan dari Jun langsung masuk, Menandakan bahwa ada
sesuatu yang penting
‘Apa kau tahu lokasi Misaki saat ini?’ tanya Jun dalam pesannya
‘Tidak. Lagipula, Jangan tanya aku,’ balas Rikuto
‘Kau kan orang yang dekat dengan Misaki,’
‘Kau salah. Aku tidak ada hubungan apapun dengannya, Mungkin kau harus bertanya pada senpai
yang biasa bersama Misaki itu,’
Setelah membalas pesan itu, Rikuto menonaktifkan ponselnya dan berjalan pulang. Mencoba
menutup mata atas kejadian yang terjadi, walau semuanya terlihat sangat aneh di matanya. Misaki
yang biasanya menjadi rajin secara tiba tiba tidak masuk tanpa alasan yang jelas.
“Tidak mungkin aku tahu kan?” tanya Rikuto pada dirinya sendiri. Mengingat dirinya menghentikan
berbicara pada Misaki beberapa saat ini, Jadi wajar jika dia tidak mengetahui apapun tentangnya.
----
Sudah dua hari berlangsung dari ketidak hadiran Misaki. Tidak ada kabar apapun dari pihak sekolah
ataupun Misaki. Seolah para guru juga menutup mata atas sesuatu yang menimpa Misaki. Walau
mereka melarang untuk menjahilinya. Meski begitu, Banyak kabar kabar burung yang berkaitan
dengan Misaki. Seperti bahwa dia tidak masuk karena terlalu bersenang senang dengan lelaki.
Sampai kabar yang mengatakan bahwa dia mengalami kecelakaan.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Aku kerumah Misaki dan tidak mendapati siapapun di sana,” Takaki
terlihat panik saat membicarakannya. Itu bisa di maklumi, karena dia adalah ketua kelas yang
memiliki tanggung jawab besar pada anggota kelasnya.
“Dia tidak ada di rumah?” gumam Rikuto. Tiba tiba, dia teringat perkataan Akari bahwa Misaki tidak
pulang ke rumah semenjak hari senin.
“Ada apa?” tanya Takaki.
“Aku ke kamar mandi dulu,” Ucap Rikuto sambil berdiri dan pergi menuju kamar mandi. Sebenarnya
dia pergi karena mendapati telepon dari Jun dan merasa dia harus mengangkatnya
“Rikuto. Apa kau dapat informasi?” tanya Jun dengan suara yang terkesan panik
“Tidak,”
“Ibunya Misaki sudah beberapa lama tidak di rumah. Dan Misaki sedang sendirian sejak pertengahan
Musim panas,”
“Lalu?” tanya Rikuto
“Saat ini. Kabar telah sampai pada ibunya dan dia sedang tersambung melalui saluran lain,” Jawab
Rikuto
“Kalau begitu bagus kan? Kau bisa menyelesaikan kesalah pahaman yang terjadi,” Ucap Rikuto
sambil menutup telepon. Tanpa sadar, setelah melihat jumlah email yang belum di baca. Tangannya
bergerak sendiri untuk membuka pesan yang bertumpu
‘Apa tidak masalah jika Kau terus menutup mata?’
‘Jika Gadis bernama Misaki itu ada di tanganku, Apa yang akan kau lakukan?’
‘Datanglah dan hadapi aku jika ingin tahu tentang keberadaan Gadis itu,’
Rikuto melihat setiap pesan yang datang dari pengirim yang sama dan mengirim kembali pesan itu
pada Jun dengan tambahan.
‘Aku dapat informasi. Minta Senpai itu unuk datang menghadapi orang ini,’ .
Karena tidak mendapat balasan cepat dan bel pelajaran selanjutnya juga sudah berbunyi. Rikuto
bergegas menuju kelas untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. Kelas berlangsung dengan tenang
seperti tidak ada yang terjadi. Walau itu tepat di depan mata mereka sendiri.
“Apa pesan itu di tunjukkan untukku?” gumam Rikuto sambil terus mengerjakan soal latihan yang
ada di hadapannya. Pada sisi Lainnya, Rikuto ingin segera menghentikan permainan konyol yang di
buat pengirim pesan. Akan tetapi, Dia mengurungkan niatnya mengingat keputusan yang di buat
untuk kebaikannya sendiri bahwa dia akan menutup mata. Dan terus menutup mata tentang apa
yang terjadi pada Misaki.
“Apa yang harus ku lakukan?” tanyanya pada dirinya sendiri. Dan terus bertanya pada dirinya
mengenai semua hal yang terjadi begitu saja. Apa yang di katakan oleh otaknya bertolak belakang
dengan apa yang hati kecilnya inginkan. Walau biasanya dia akan menggunakan otak dan
meninggalkan apa yang hatinya katakan. Kali ini, Hatinya lebih bersuara dari pada apa yang di
keluarkan oleh otaknya. Pikirannya terhenti pada dua pilihan yang cukup berat, Antara ikut campur
dengan masalah ini atau terus seperti yang dia lakukan saat ini.
‘Rikuto, Aku ingin kau datang dan hadapi orang itu,’
‘Untuk apa? Yang harusnya datang kan Senpai itu,’ Balas Rikuto
‘Aku mohon, Ini demi putriku. Apa kau memang sudah berniat untuk kehilangan perasaanmu
sepenuhnya?’
‘Aku tidak punya hak untuk membawa kembali Misaki,’ Jawab Rikuto. Walau saat ini batinnya masih terus bertentangan tentang apa yang harus di lakukan
‘Aku akui ini konyol. Menjadikan orang lain yang tidak tahu apapun itu sebagai umpan,’
‘Tapi, Aku juga tidak berhak untuk datang,’ tambah Rikuto sambil mencari pesan lain dari Pengirim
itu dan apa yang di inginkan
‘Jika sudah berniat datang. Jangan datang sebagai sosok lain. Tapi, datanglah sebagai No 4 dan
selesaikan semuanya yang sebelumnya terjadi pada Turnamen,’
‘Atau kau tetap ingin Gadis itu tidak menghadiri kelas?’
Yang di inginkan adalah Rikuto. Orang itu ingin Rikuo mengakui bahwa dia adalah orang yang di
juluki no 4. Dan pengirimnya adalah orang yang melawannya saat turnamen. Dengan ini alasan
untuk datang telah berkumpul. Akan tetapi, Jika dia datang. Itu berarti dia tidak konsisten dan
melanggar apa yang telah di putuskan oleh dirinya sendiri. Dan itu adalah salah satu sikap yang dia
benci.
Rikuto terus berpikir sepanjang perjalanannya ke rumah. Setiap akal nya mengatakan bahwa dia
tidak harus datang karena ini tidak berkaitan dengannya sama sekali, Dia selalu mengingat apa yang
telah Misaki jalani dengannya. Serta kebaikan yang di berikan Jun-san untk membantunya mengganti
namanya.
Setelah memikirkan semuanya. Rikuto masih tidak bisa menemukan alasan untuk datang kecuali
sebagai balas budi dan menghentikan permainan konyol ini. Setelah tidak bisa berpikir kembali.
Rikuto mengirim pesan pada Jun.
‘Jun-san. Sepertinya aku Akan datang. Walau itu hanya sebagai balas budiku atas kebaikanmu.
Karena aku tidak menemukan alasan kenapa aku harus melakukannya karena Misaki,’
Posting Komentar

Back to Top