Happiness In An Unfair World. Chapter 22 - Brothers Conflict

Diposting oleh Label: di
Aku terdiam, Tanpa sadar membela Misaki dengan suara lantang. Seakan aku sangat tidak suka dia
di rendahkan di hadapanku.
“Sepertinya hati yang terkunci itu sudah terbuka lagi ya?”
“Pergilah,” Ucapku pelan. Entah kenapa aku seperti tidak punya kemampuan untuk berbicara
dengan lantang lagi.
“kau sudah tidak bisa mengelak lagi ya?” tanya orang itu sambil menyalakan Rokoknya
“Apa Maumu?” Aku balik bertanya
“Mudah saja. Raih nilai terbaik tanpa harus bekerja, Bersenang senang dengan perempuan atau
berkelahi,” Jawabnya tenang
“Kenapa aku harus seperti itu? Terus menerus melakukan yang terbaik itu melelahkan. Dan, lelahnya
Aku tidak terbayar dengan sikap kalian saat tahu nilaiku,”
“Kau yakin sudah melakukan yang terbaik? Kami diam saat melihat nilaimu itu adalah tanda bahwa
kau belum melakukan yang terbaik,”
“Tujuan sebenarnya kalian hanya membuatku menjadi Freelancer kan?” tanyaku
Sudah sekitar 1 Jam Aku berbincang dengan orang yang sangat menyebalkan. Angin yang berhembus
secara perlahan. Dan,Langit yang berubah orange. Malam sudah hampir tiba.
“Ya. Karena, Aku tidak ingin kau mengalami kegagalan saat melawan Jalan masa depan yang tidak di
tentukan oleh ayah,”
“Kak, Jadi alasanmu membuang Mimpimu adalah karena gagal dan Akhirnya memilih menjadi
Freelancer seperti yang di inginkan ayah?” tanyaku
“Benar. Aku sadar aku tidak bisa melakukan apapun. Sebaik apapun kemampuanku, Karena aku
memilih menikmati masa sekolahku dan mempunyai mimpi. Aku menjadi pengangguran selama 2
tahun hingga memilih untuk menjadi Freelancer,” Jawab Kakakku.
“Dan kau pikir Aku juga akan gagal jika aku berdiri di jalanku saat ini?”
“Ya. Aku gagal karena kerja sambilan untuk memenuhi kebutuhanku saat masih sekolah. tapi, kau
berbeda, Kau tidak perlu Kerja sambilan karena sudah mendapat beasiswa dari Sekolah. kau hanya
perlu belajar...”
Saat itu, selama beberapa menit dia terus berbicara mengaturku untuk tidak terlalu banyak
menikmati masa sekolahku dan untuk menjadi Freelancer seperti mereka berdua. Dan itu sangat
menyebalkan. Aku akui kalau aku memang tidak memiliki Mimpi tentang masa depan saat ini. dan
juga, aku tidak terlalu bermain main dengan sekolahku. Tapi, Aku tidak suka di paksa untuk menjadi
sesuatu. Atau mengikuti jalan orang lain.
“Melakukan yang terbaik itu melelahkan. Terlebih jika hasilnya tidak di anggap sebagai kerja keras.
Aku akan mengambil yang ku lewati saat ini. Aku tidak bermaksud untuk menolak secara penuh
menjadi Freelancer. Tapi, saat ini aku tidak tertarik untuk menjadi Freelancer. Karena, Aku tidak tahu
kemana air akan mengalir di masa depan nanti,”
Kakakku terdiam. Aku menjawab permintaannya dengan sebuah pernyataan panjang. Bahwa aku
tidak ingin memutuskan itu sekarang.
“Pastikan kau memikirkannya dengan benar. Tapi, aku serius akan membawamu pulang jika kau
Bekerja sambilan,” ucapnya. Aku merasa dia semakin menekankan kegagalannya padaku. Padahal
kegagalannya adalah salahnya sendiri.
“Berisik. Aku kerja atau tidak itu keputusanku kan!?” tanyaku sedikit keras
“Kenapa kau sangat keras kepala!? Akibat keras kepalamu itulah Ayah dan Ibu sering bertengkar,”
“hah? Kau memanggil Wanita itu Ibu?” tanyaku
“Dengan sangat mudah kau menerima kehadirannya ya?”
“Aku berkata begitu karena dia memang Ibu kita sekarang,” Jawabnya
“Dengar ya, Jika perempuan itu tidak suka dengan perbuatanku. Tidak perlu bertengkar dengan
ayah. Cukup tidak perlu lihat aku saja, Aku juga tidak sering menampakkan diri di hadapannya. Dia yang terlalu rajin untuk pergi ke kamarku hanya untuk protes dan marah tanpa alasan,”
Ucapku dengan tenang. Walau aku sudah kehilangan rasa untuk membenci dan menyukai orang,.
Tapi, Rasa benci terhadap orang yang sudah ku benci dari awal dan orang yang melakukan sesuatu
yang mengganggu ketenanganku tidak akan berubah.
“Terserah. Intinya keputusanku untuk memulangkanmu jika kau melakukan apa yang ku larang
sudah sangat kuat,”
“kenapa kau harus ikut campur dalam hidupku?” tanyaku sambil melemparkan tatapan sinis
terhadapnya
“Karena ibu sudah tidak ada. Dan semenjak itu, kau sudah kehilangan arah dan di pengaruhi oleh
pemikiran organisasi itu. Jadi, aku sebagai kakak harus menggantikan posisi ibu untuk
mengarahkanmu,”
“Hah!? Menggantikan ibuku!? Jangan bercanda!!! Jika ada yang bisa menggantikannya. Itu adalah Kak Nita!! Bukan Orang sepertimu!! Tapi, tidak ada yang bisa menggantikannya karena sekarang Kak nita juga serupa sepertimu!! Mengutamakan uang atas segalanya, Kenapa tidak kalian sembah saja uang itu!!?”
“Diam!!”
*Bugg
Perutku di pukulnya. Aku terjatuh menahan sakit yang cukup hebat. Raka memang mantan anggota
Karate, Tidak heran dia sangat kuat. Tapi, Aku juga tidak bercanda mengenai perkataanku tadi.
“Kau yang Diam!! Apanya yang menggantikan ibu!!? Yang bisa di lakukan oleh orang seperti kalian
hanyalah memaksakan kehendak kalian terhadapku!! Dengan iming iming yang terbaik untukku!! Jangan bercanda, Setan!!” Ucapku sambil bangkit dan mencengkram kerah baju kakakku
“Dan kau, Jangan paksakan kegagalanmu padaku!, Kegagalan yang kau alami adalah kesalahanmu.
Serta pilihan untuk menyerah dengan kegagalan dan memaksakannya pada Adikmu adalah
kesalahanmu!! Jika kau memang punya keinginan kuat, Jangan menyerah!!”
“Aku tidak mau dengar itu darimu!!” Tegasnya sambil mendorongku hingga terjatuh
“Rii-kun!!!!”
Tiba tiba, Aku mendengar suara Misaki meneriakkan namaku. Sontak, kakakku menghentikan
perbuatannya dan melihat ke sekitar.
“Aku memang tidak pantas mengatakannya. Karena aku juga sudah menyerah. Tapi, aku tidak
pernah memaksa orang lain untuk mengikuti arahku,” ucapku sambil menahan sakit di perutku
“Rii-kun?” tanya Misaki yang kebingungan karena sejak tadi aku berbicara tidak dengan bahasa
jepang
“Aku tahu kau lah yang diam diam memperpanjang kontrak untuk kuburan ibu. Jika aku tahu uang
itu adalah hasil bekerja. Bersiaplah,” Bisik kakaku sambil memberhentikan taksi yang sepertinya
sudah di pesan beberapa waktu lalu. Setelah dia pergi, Aku bersandar di dinding rumahku dengan
membiarkan pintu rumahku terbuka.
“Kau tidak terluka?” tanya Misaki sambil memberi Air mineral padaku.
“Ya ampun, Kenapa kau bisa selalu datang di saat yang tepat?” gumamku pelan
“Kau bilang apa?” tanya Misaki heran
“Bukan apa apa. Terima kasih untuk airnya,” Ucapku setelah menengguk Air yang di berikan
“Itu siapa? Terlihat Mirip denganmu?”
“Begitukah? Sedikit miris mendengengarnya,” Jawabku tenang
“Kenapa?”
“Dia itu kakaku. Yang tertua,” Jawabku sambil berdiri. Seakan menyadarinya. Misaki secara inisiatif
membantuku berdiri. Kenapa kau selalu bersikap baik?
“Kau mau minum teh dulu?” tanyaku sambil masuk kedalam Rumahku
“Apa tidak merepotkan? Dan juga, Apa ayah ada di sini?” tanya Misaki
“Tidak masalah. Dan, Dia tidak di sini. Ini adalah salah satu dari 3 rumah Miliknya,” Jawabku
Aku menawarkannya masuk walau sebenarnya aku enggan. Tapi, aku merasa kebaikannya harus di
balas walau hanya dengan segelas teh.
“Permisi,” Ucapnya sambil masuk kedalam Rumahku setelah berpikir beberapa saat dan duduk di
sofa
“hmm. Jadi, Kenapa kau bisa ada di dekat rumahku? Jika kau pulang belanja. Harusnya kau tidak
perlu lewat rumahku kan?” tanyaku sambil menyuguhkan segelas teh
“Aku awalnya berniat pergi ke salon di ujung jalan rumahmu. Tapi, Aku mendegar suaramu seperti
sedang membentak orang dengan bahasa yang tidak ku mengerti. Saat ku lihat. Kau sedang
mencengkram kerah baju seseorang yang terlihat mirip denganmu. Jadi dia kakakmu?”
“Begitulah,”
Saat sedang terdiam karena kehabisan topik pembicaraan. Tanpa sadar perhatianku teralih oleh Cara
Misaki meminum teh yang ku berikan. Seolah dia kesulitan untuk meminumnya
“Ada apa? Apa tehnya kurang enak?” tanyaku untuk memastikan.
“Rasa teh ini. tidak seperti biasanya,” Jawab Misaki sambil meminumnya sedikit demi sedikit
“Oh, Maaf. aku sudah terbiasa meminum teh madu dari negaraku,”
Aku berdiri untuk mencari daun teh yang di berikan oleh Jun-san di saat aku pindah. Dan belum
sama sekali ku gunakan hingga saat ini
“Tidak perlu, Ini enak kok,” Ujar Misaki untuk menghentikanku.
“Kau mau makan? Aku bawa Sushi,” Ajak Misaki sambil membuka kotak makan yang di bawanya.
Dari mana dia sebenarnya?
“Apa Ibumu tidak khawatir kau terlambat pulang?” tanyaku
“Tidak kok, Aku sudah bilang untuk keluar sedikit lama,”
“Silahkan,” Misaki menyodorkan satu kotak Sushi padaku. Lengkap dengan kecap dan Wasabinya.
“Aku tidak perlu. Aku akan memasak Ramen cup,” cegahku.
“Ini lebih sehat dari Ramen cup!” Ucap Misaki bersikeras memberikan Sushinya padaku. Aku bukan
menolak pemberiannya. Tapi,
“Tidak masalah. Kau harus makan lebih banyak agar lebih sehat,”
“Rii-kun. Kau harus perhatikan pola makanmu. Jadi, makanlah,”
“Sebenarnya, Aku tidak terbiasa memakan Makanan dari jepang seperti Sushi dan beberapa
makanan yang tidak pernah ku makan di negaraku,” Akhirnya aku terpaksa mengatakan yang
sesungguhnya. Setidaknya itu lebih baik dari pada harus memaksa perutku memakan makanan yang
belum bisa ku makan.
“Kau kan sudah beberapa bulan di sini?” tanya Misaki heran
“Apa yang kau makan selama ini?” tanya Misaki lagi
“Apapun tidak masalah kan?” jawabku singkat
“Ngomong ngomong, Apa kau sudah mengerjakan pr Musim panas?” tanyaku untuk mengubah
pembicaraan.
“Rii-kun. Jangan alihkan pembicaraan,”
“Cih,” gumamku
“kau kan tinggal sendiri. Setidaknya, biarkan aku tahu apa yang biasa kau makan?”
“Nasi,” Jawabku
“Lauknya?”
“telur,”
Untuk mencegahnya membicarakan hal ini lebih dalam, Aku pergi ke dalam untuk mengambil buku
bacaanku dan membacanya di depan Misaki. Seolah menyadari bahwa aku tidak mau di ganggu.
Misaki terus memakan Sushi yang di bawanya dengan menekuk wajahnya. Entah kenapa, wajah
ngambeknya itu berkesan untukku.
“Rii-kun. Maaf bila aku mengganggu, tapi, apa yang kau ributkan dengan kakakmu tadi?” tanya
Misaki tiba tiba. Aku menghentikan kegiatanku. Apa aku harus memberi tahukannya atau tidak? Dia
adalah anak dari Jun-san. Dan aku telah berjanji untuk menceritakan apa yang sebenarnya jika aku
sduah mengetahui sosok anak Jun-san. Tapi, aku merasa berat untuk menceritakan hal ini
“Hanya pertengkaran kakak beradik saja. bukan sesuatu yang perlu di khawatirkan,” Jawabku
“Bohong,” Ucap Misaki tiba tiba
“Tidak mungkin biasa. Karena, aku baru pertama kali mendengar kau meninggikan suaramu dan
melihat wajahmu yang di penuhi emosi,” Sambungnya
“Memang biasanya tidak begitu? Aku sering memarahimu saat membicarakan mengenai masa laluku
kan?” tanyaku
“Tapi, Kau tidak pernah meninggikan suaramu dan menunjukkan ekspresi kemarahan. Biasanya kau
hanya bicara dengan nada dingin. Dan tatapan sinismu yang menakutkan,”
Kenapa kau bisa sedetil itu? Apa yang membuatmu sangat ingat tentang bagaimana diriku biasanya?
“Maaf. Tapi, ku pikir ini bukan hal yang bisa ku ceritakan,” Ucapku sambil membaca kembali bukuku. Walau lebih bisa di katakan memandangnya saja. kerena, aku tidak bisa konsenterasi untuk
membaca saat ini.
“Sudah jam 8. Kalau begitu, aku pulang dulu ya. maaf karena telah memaksamu. Sampai jumpa,”
Tanpa menunggu jawabanku. Misaki pergi dari rumahku dengan langkah yang sedikit cepat. Aku
tahu dia akan kecewa. Tapi, hal tadi bukanlah hal yang bisa ku ceritakan dengan mudah pada orang
lain. Terutama orang yang belum terlalu dekat denganku.
+++Rikuto’s POV end+++
Misaki keluar dari Rumah Rikuto dengan langkah yang cukup cepat. Sepertinya dia kecewa terhadap
Rikuto yang masih menyembunyikan sesuatu darinya.
“Apa kau sudah lupa janjimu?” Gumam Misaki sambil terus berjalan. Tanpa dia sadari, Seseorang
melihatnya dari sisi jalan dan mengetikkan sesuatu pada ponsel yang pegangnya dan pergi dari sisi
jalan tadi.
“Misaki,” Panggil seseorang dari persimpangan
“Akari-san?”
Dari arah stasiun. Akari berdiri dengan menggunakan Jaket tipis dan membawa tas yang cukup
besar.
“Kau dari mana?” tanya Akari
“belanja,” Jawab Misaki berbohong. Sepertinya dia tidak ingin Akari tahu bahwa dia dari Rumah
Rikuto tadi.
“Sepertinya aku sudah tahu ke mana kau akan pergi,” Ucap Misaki sambil memeperhatikan tas Akari
“begitu ya?”
“Sejauh mana Hubunganmu dengannya?” tanya Misaki
“Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Rikuto,” Jawab Akari tenang
“lalu, Apa urusanmu untuk datang ke sana?” tanya Misaki
“Mengembalikan yang ku pinjam darinya. Maaf ya, Aku buru buru,” Jawab Akari. Setelahnya, dia
berlari ke arah Rumah Rikuto seperti takut terlambat datang ke sekolah. Dari jauh, Misaki
menatapnya dengan tatapan kosong.
“Apa Akari-san punya rasa padanya?” tanya Misaki pada dirinya sendiri. Setelah terdiam beberapa lama,
Misaki kembali berjalan ke arah Rumahnya
“Aku pulang,” Ucap Misaki setelah masuk kedalam rumahnya. Tapi, tidak ada suara yang
menjawabnya dan lampu rumahnya di matikan kecuali lampu ruang makan.
“Apa aku terlambat pulang?” tanya Misaki dalam hati dan berjalan menuju ruang makan. Sepertinya
Misaki akan sedikit takut jika melihat Seluruh lampu kecuali Ruang makan di matikan. Biasanya, itu
adalah saat di mana dia akan di marahi atau Akan di minta mengerjakan sesuatu yang bersifat
rahasia
“Kau dari rumah siapa?” tanya Ibunya saat Misaki menampakkan diri di ruang Makan.
---
“Untuk apa kau datang ke sini?” tanya Rikuto sambil membukan pintu untuk Akari
“Mengambil dokumen no 73,” Jawab Akari sambil duduk di lantai Rumah Rikuto
“Hm, Kenapa sekarang? Ini sudah malam lho?”
“Client yang meminta agar dokumen sudah tersedia jam 11 nanti,” Jawab Akari sambil memberikan
beberapa lembar kertas.
“Kertas untuk apa?” tanya Rikuto
“Dia meminta agar itu di cetak di atas kertas yang dia sediakan,” Jawab Akari. Rikuto membuka
beberapa halaman pada kertas dan melihat ada tulisan seperti watermark sebuah perusahaan.
“Apa ini akan di jadikan sebuah dokumen milik suatu instansi?” tanya Rikuto setelah mencetak
dokumen tersebut. Dan menyuguhkan segelas teh pada Akari
“Sepertinya dokumen itu akan di jadikan laporan oleh client,” Jawab Akari
“Kenapa aku yang harus menyimpan seluruh dokumen informasi yang berjumlah 13 ribu?”
“Karena. Aku melihat kemampuanmu dalam komputer dan keamanan data. Jika aku yang
menyimpannya kemungkinan di retasnya akan cukup tinggi,” Jawab Akari tenang
“Itu bukan alasan untuk membuatku menyimpan seluruh dokumen rahasia itu kan? Walau yang
rahasia hanya 200 sih,” tiba tiba, Mesin pencetak mengeluarkan suara tanda seluruh dokumen telah
di cetak.
“Ini,” Ucap Rikuto sambil memberikan dokumen yang telah di rekatkan pada Akari
“Kau tidak membacanya kan?” tanya Akari
“Begitulah. Aku hanya menyusunnya saja. tapi, kenapa dokumen ini tidak se tebal biasanya? Hanya
15 lembar?”
“Kau tidak perlu tahu. Kalau begitu aku pergi dulu,” Ucap Akari sambil meninggalkan rumah Rikuto
dengan berlari.
“Apa apaan itu?” gumam Rikuto
Setelah jauh dari Rumah Rikuto, Akari membuka halaman ke 2 dari dokumen yang di cetaknya tadi.
“Aku harap kau memaafkanku,” Gumam Akari
-----
“Kau datang ya?” ucap seseorang dengan pakaian butler
“Apa kau bawa uang yang di janjikan?” tanya Akari sambil membuka tasnya
“Tentu,” Jawab Butler itu sambil memberikan uang dalam amplop dan mengambil amplop besar
berisi informasi itu.
“Ini tidak lengkap. Hanya berasal dari nama orang tua serta saudara serta beberapa bagian lainnya
seperti rekam jejaknya Secara singkat,” Ucap Akari
“Tidak masalah. Aku hanya penasaran terhadapnya,” Balas butler itu sambil tersenyum
“Kau tidak akan menggunakannya untuk kejahatan kan? Dia adalah temanku,” tanya Akari
“Kau tidak perlu tahu,” Jawab Butler itu sambil pergi dengan informasi yang di bawanya. Setelah
cukup jauh dari Akari. Dia melihat halaman ke 2 dari dokumen itu dan tersenyum.
‘Identitas Kuroyama Rikuto’
‘Sangat Rahasia’
Posting Komentar

Back to Top