Happiness In An Unfair World. Chapter 16 - challenge

Diposting oleh Label: di
“Misaki!?”
Rikuto tidak lagi bisa menahan rasa terkejutnya. Mengetahui sumber suara nyanyian yang sangat
lembut itu berasal dari mulut Misaki. Sepertinya Misaki telah menunggu cukup lama dan berfikir
untuk menyanyikan lagu untuk mengusir rasa bosan saat menunggu.
“Ku pikir kau tidak akan datang,”
“Awalnya aku berniat begitu,” Jawab Rikuto sambil naik ke atas dan duduk bersandar di penampung
air
“Lalu, Apa yang membuatmu kesini?” tanya Misaki sambil ikut bersandar di samping Rikuto
“Jika hanya itu yang ingin kau tanyakan, Aku akan pulang,”
“Tunggu,” Cegah Misaki sambil memegang tangan Rikuto.
“Apa sih? Dan juga, Jangan pegang tanganku terlalu lama,”
“Apa kau tidak bosan harus bersikap seolah aku tidak ada?” tanya Misaki sambil melepaskan
tangannya dari tangan Rikuto
“Tidak juga,” Jawab Rikuto singkat
“Kau bilang, Aku mengambil sesuatu yang berharga untukmu. Karena aku tidak tahu, Aku berfikir
untuk tidak mengganggumu hingga aku tahu penyebabnya,” Lanjut Rikuto
“Dan juga, Aku bisa darah tinggi jika kau terus mengungkit tentang diriku,” Tambahnya lagi
“Apa kau benar benar terganggu dengan itu?”
“Ya,”
Setelah mendapat jawaban cepat dari Rikuto, Situasi menjadi sunyi karena Misaki tidak bisa
menyampaikan apa yang ada di pikirannya atau lebih bisa di bilang bingung karena banyak
pertanyaan yang ingin dia ajukan pada Rikuto
“jika sudah selesai, Aku akan pulang,”
Rikuto membuka pembicaraan karena sudah merasa semakin panas di luar. Di tambah saat ini, Dia
masih menggunakan seragam olahraga karena latihan yang sedikit lebih lama
“Jika ku katakan aku ingin kita seperti dulu bagaimana?” tanya Misaki saat Rikuto hampir keluar dari
pintu Atap
“apa maksudmu?”
“Aku merasa tidak nyaman jika harus saling bersikap dingin dengan temanku dalam waktu lama,”
“Sejak kapan kau menjadi temanku?”
Pertanyaan Rikuto bagaikan tombak yang menusuk titik terlemah Misaki, Memang benar, pada saat
itu, Dia sudah menganggap Misaki bukan sebagai teman melainkan hanya sebatas rekan.
“Kau tahu, Entah kenapa aku merasa sangat tidak nyaman ketika kau menganggapku tidak ada saat
aku sedang berbicara dengan Akari,”
“lalu? Aku sudah pernah bilang sebelumnya, Jika kau memang tidak suka dengan sikapku, Lebih baik kau tidak perlu terlibat denganku dan aku telah memberi kesempatan dengan tidak berbicara
padamu selama beberapa lama. Tapi, kau malah datang saat aku sedang mengalami masalah di
ATM. Dengan maksud untuk mencegahku,”
“itu karena aku tidak ingin kau di keluarkan dari sekolah dan menyia nyiakan beasiswa yang kau
dapat dan mengecewakan orang yang harusnya kau banggakan,”
“huh, Aku tidak pernah peduli dengan di keluarkan dari sekolah, Karena sejak awal aku masuk ke sini tanpa niat yang kuat, Aku juga mendapat kesempatan tes itu secara kebetulan. Dan, Aku tidak punya orang yang akan bangga atau kecewa karena apa yang ku lakukan,”
Seperti biasa, Jika sudah mengangkut dirinya, Rikuto menjadi sangat dingin dan mengatakan hal
yang menusuk dengan tenangnya
“Misaki, Aku tahu apa yang membuatmu di jauhi. Kau itu suka ikut campur urusan orang lain
sementara kau tahu kalau ibumu itu adalah orang yang sensitif dengan sedikit hal yang kau
dapatkan. Semua pengasingan yang ada itu di mulai dari dirmu sendiri,” Lanjut Rikuto dengan
tatapan dinginnya ke arah Misaki
--
“Jun-san, Bagaimana kabar anakku?” tanya seseorang dari telpon
“Seperti biasa, Baik baik saja,” Jawab Jun
“Ku dengar kakinya patah, Apa dia berkelahi lagi?”
“Sepertinya iya. Tapi, dia bilang kalau kakinya patah bukan saat berkelahi tapi, saat naik tangga
dengan kaki yang lemah,”
“Lalu, ada kabar lain? Anak itu memang tidak bisa di andalkan,” tanya nya. Jun terdiam untuk
mengambil dan menyalakan Rokok
“Dia di jadikan perwakilan sekolah untuk turnamen,” Jawab Jun setelah terdiam beberapa lama
“kau tidak bercanda kan? Setelah kematian ibunya. Dia berubah menjadi orang yang semakin Rusak
dan sangat anti dengan kegiatan seperti itu,”
“tidak mungkin aku bercanda Rangga Farlan- senpai, Malah, Putramu itu yang berinisiatif untuk
ikut,”
Mendengar jawaban Jun, Rangga yang sepertinya bukan berada di jepang itu terbatuk, seperti
sangat terkejut mendegar perkataan Jun
“hoi, Kau tidak apa apa Senpai?” tanya Jun
“hm, Jun-san, Dia adalah anak yang sangat sensitif jika sudah berbicara masalah pribadinya. Tapi, Dia masih mudah di pengaruhi dan di manipulasi oleh orang lain. Seperti pengalamannya masuk
kelompok kelinci sawah itu hingga akhirnya keluar karena merasa di khianati. ,”
“Aku tahu hanya dengan mengamatinya dan berbicara padanya selama beberapa waktu ini,
Sepertinya kau tidak tahu kalau dia sudah pulang beberapa waktu lalu tanpa alasan yang jelas,”
“Walau dia pulang juga itu tidak terlalu penting untukku. Karena sangat kecil kemungkinannya untuk
menemuiku,”
“Benar juga ya, Aku merasa dia sangat tidak nyaman jika di ajak bicara tentangmu,”
“Aku harap kau tidak melibatkan diri terlalu dalam dengannya walau kau telah menjadi ayah
angkatnya. kau hanya akan berakhir sepertiku,”
“Terima Kasih sarannya,” Jawab Jun Ramah
“kalau begitu, Aku harus menutup saluran internasionalnya,”
“Baik, Senpai. Ku nantikan kerjasama kita lain kali.”
Setelah telpon di tutup, Jun tertawa dengan cukup keras setidaknya untuk ruangannya sendiri.
“Kau dan ayahmu itu sejenis tapi berbeda ya? Rikuto?” gumam Jun sambil membaca tugas yang di
kirim Rikuto.
“Apa kau akan terus membencinya dan menutup mata? Atau kau akan mulai membuka mata dan
mengampuni dosa lamanya?”
“Aku akan bertaruh untuk diriku sendiri tentang apa yang akan terjadi di kemudian hari, setelah kau
melihat seluruh kebenaran yang ada,”
--
“Perjanjian?” tanya Rikuto, Setelah mendengar perkataan yang cukup menusuk dari Rikuto, Misaki
terbawa emosi dan melemparkan berbagai pertanyaan pada Rikuto hingga berakhir dengan
mengajukan perjanjian karena tidak merasa di jawab oleh Rikuto.
“Minggu depan ada ujian Akhir musim panas sebelum libur, beberapa waktu setelahnya,Nilai akan
keluar. Perjanjian kita mengaju pada nilai akhir itu,” Jelas Misaki
“itu sih lebih seperti taruhan,” gumam Rikuto
“jadi, Jika aku atau kau menang apa ketentuannya?” Lanjut Rikuto
“Jika nilaiku lebih tinggi darimu, Kau harus menjawab seluruh pertanyaanku tanpa marah, Jika aku
yang kalah,”
“Jika kau yang kalah, Kau harus membantuku dalam pencarian orang. Dan jangan bertanya apapun
tentang diriku,” Rikuto memotong perkataan Misaki, Setelah terdiam beberapa saat, Misaki
mengangguk mantap karena telah mendapat reaksi positif dari Rikuto.
“Mencari orang?” tanyta Misaki
“Ada orang yang sangat merepotkan, dan aku harus mencarinya,”
“Oh ya, Sebelum hasil akhir keluar. Jangan ada kontak fisik maupun nonfisik untuk mencegah intimidasi atau kecurangan lainnya,” tambah Rikuto. Setelah mendapat anggukan Misaki,
Rikuto berdiri dan memakai tasnya.
“Oh, Ya. Apa kau dengan Akari-san__”
“hanya dekat karena pekerjaan,” Jawab Rikuto sambil membuka pintu dan pergi meninggalkan
Misaki, Hari sudah semakin sore, beberapa saat setelah Rikuto pergi, Anggota Osis datang dan
meminta Misaki untuk meninggalkan atap karena akan di kunci oleh Osis.
“Ibu, Sepertinya aku tidak bisa memenuhi perintah yang terakhir. Entah mengapa, Aku merasa tidak
nyaman melihatnya berbincang dengan santainya bersama Akari,” gumam Misaki sambil
melangkahkan kakinya untuk kembali ke rumah.
--
Di depan stasiun, Akari duduk di bangku tunggu kereta. Terlambatnya kereta menyebabkan Akari
harus menunggu lama di stasiun hingga hari semakin malam.
“Tahu akan jadi seperti ini, Aku mengerjakan pekerjaanku dengan Rikuto,” gumam Akari sambil
mengaktifkan ponselnya dan mencari kontak Rikuto
‘Apa yang sedang kau lakukan?’
Biasanya, butuh waktu lama hingga Rikuto membalas suatu email tapi, Belum ada beberapa menit,
Rikuto sudah membalas pesan Akari
‘Pulang. Jangan Kirimkan E-mail jika tidak ada hal penting,’
Walaupun balasannya cukup menyebalkan. Entah kenapa, Akari merasa sedikit lebih senang dan
langsung membalas lagi.
‘ada hal pentingnya, Aku belum dapat kereta hingga sekarang,’
‘Bukan urusanku juga kan? Kau memang masih di mana? Tokyo?’
“Walaupun menyebalkan, tapi kau masih bertanya posisiku?” gumam Akari sambil tersenyum dan
kembali mengetik pesan. Bersamaan dengan itu, kereta yang terlambat sudah beroperasi dan
hampir tiba di stasiun.
‘Kereta sudah beroperasi kembali, Sampai jumpa besok,’
Tak lama, Kereta sampai di stasiun dan Akari yang sudah terlambat pulang langsung masuk kedalam
kereta dan mengambil tempat yang dirasa paling nyaman untuknya.
“Tapi, Kalau ku pikir kembali, kenapa Rikuto baru pulang jam segini?” gumam Akari sambil membuka halaman buku yang dia bawa. Semenjak Rikuto mengajukan untuk mengerjakan pekerjaan sendiri-sendiri, Dia jadi sulit untuk di minta untuk bekerja bersama di sekolah karena telah menemukan cara mengarjakan pekerjaannya tanpa harus berlama lama di sekolah. terlebih kecepatan mengetik Akari lambat bagi Rikuto cukup untuk menjadi hambatan baginya.
“bagiku, bekerja sendiri itu membuatku tidak bisa fokus karena pikiranku selalu teralihkan oleh hal
lain,” Gumam Akari
Kereta yang di naikinya saat ini berjalan cukup pelan karena ini adalah kereta yang menghubungkan
antar kota yang berdekatan. Lambatnya kereta membuat penumpang bisa melihat pemandangan di
beberapa titik tertentu.
“bagaimana jika Rikuto kembali dekat dengan Shiroyama itu, Apa sebaiknya aku bocorkan saja
tentang siapa dia sebenarnya?”
---
“Rikuto ada?” tanya Akari di depan kelas Rikuto
“Dia sudah keluar beberapa saat lalu karena di panggil oleh klub Aikido,” Jawab Takaki yang
kebetulan ada di depan pintu
“Siapa perempuan cantik itu?”
“Pacar Kuroyama-san?”
Dari sudut kelas, Suara obrolan orang yang sepertinya sedang membicarakan Rikuto terdengar
cukup jelas, Akari yang juga mendengarnya hanya melemparkan senyumnya dan pergi untuk mencari
Rikuto di tempat lain
“kenapa kau tersenyum?” gumam Misaki kesal
“Apa kau cemburu?”
“Tidak mungkin lah!” Pertanyaan tiba tiba Takaki di jawab Misaki dengan cukup keras membuat
perhatian kelas tertuju ke arahnya dan menyebabkan keheningan selama bebrapa saat. Beberapa
hari setelah perjanjian mereka, Suasana di antara mereka menjadi tenang walau tidak saling bicara
kecuali ‘Selamat Pagi,’ atau ‘Aku pulang dulu,’ Dan sapaan sapaan lainnya.
Untuk bisa mengetahui lebih dalam tentang Rikuto, Misaki benar benar serius ingin
memenangkannya. Tapi, dia sudah tahu satu satunya hal yang bisa membuatnya menang adalah
mendapat peringkat 1.
Sedangkan Rikuto, harinya berjalan seperti biasa. Seperti tanpa ada yang berubah, Semangat
belajarnyapun tidak terlihat bertambah karena dia masih terlihat tertidur di kelas. Tapi, Di dalam
hatinya. Rikuto ingin menang untuk menutupi masa lalunya lagi.
“Aku ingin melakukannya dengan serius. Tapi, Aku sudah lupa cara melakukan sesuatu dengan serius
dan sungguh sungguh,”
Setelah melewati latihan yang cukup berat, Rikuto membaringkan dirinya di atap. walau cuacanya
panas. Tapi, hanya atap tempatnya bisa beristirahat tanpa di ganggu. Setelah kejadian 2 tahun lalu,
Rikuto mulai melakukan seluruh kegiatan dengan sekedarnya. Bahkan, Seriusnya dalam mengambil
ujian pertukaran pelajar hanya di lakukan setengah hati dan tanpa keinginan untuk berhasil. Bahkan,
dalam organisasi yang di ikutinya. Dia tidak melakukannya dengan serius dan hanya mengerjakan
pekerjaannya sekedarnya dan menyelesaikannya dengan cepat.
“Jika aku kalah, Aku harus menceritakan tentangku padanya,” gumam Rikuto sambil menekuk satu
per satu jari tangannya hingga mengeluarkan suara.
“Aku tidak ingin menyeritakan cerita itu lagi, Karena, Itu menyakitkan”
Rikuto menutupi wajahnya dengan tangannya dan memejamkan matanya. Menyembunyikan apa
yang harus ia sembunyikan agar tidak mengalir melalui pipinya.
“Rikuto?”
Mendegar suara Akari, Rikuto bangun dari baringannya dan mengubah tubuhnya membelakangi
Akari
“Kenapa membelakangiku?” tanya Akari
“Kau sendiri kenapa kesini?” Rikuto balas bertanya sambil membalikkan tubuhnya.
“Apa pekerjaan bagianmu sudah selesai?” tanya Akari.
“Kau ini, Kau bisa menanyakan hal seperti itu lewat E-mail. Tapi, kau malah gunakan E-mail untuk
mengirimi pesan yang hanya akan membuang waktuku untuk membalasnya,”
“Apa aku tidak boleh bicara dengamu?”
“aku tidak bicara begitu. Tapi, kau selalu datang secara tiba tiba di waktu yang sama sekali tidak
tepat,” jawab Rikuto dengan cepat
“Apa kita tidak bisa mengerjakan itu bersama lagi?”
“Aku sudah menemukan cara yang lebih efektif kan? Tetap menggunakan cara lama hanya akan
membuang waktu,”
Akari menghela nafas panjang, Memang sulit untuk mengubah pandangan Rikuto pada suatu hal,
Jika Rikuto sudah memandang sesuatu itu membuang waktu, Dia akan terus begitu dan butuh usaha
besar untuk merubah pandangannya. Hingga sesuatu yang sempat di pikirkannya kembali.
“Bagaimana jika ku katakan kalau aku punya sesuatu yang hanya bisa di sampaikan secara
langsung?”
“Biasanya jika kau berkata seperti itu ujung ujungnya yang kau bicarakan bukan hal yang penting,”
“Nama lengkap Misaki,”
Rikuto terdiam mendengar Ucapan Akari yang cukup cepat.
“Nama Misaki ya Misaki kan?” tanya Rikuto
“Apa mungkin dia tidak memiliki Nama keluarga, Jika ada juga kenapa di papan hasil latihan
mingguan hanya menampilkan namanya saja?”
Rikuto kembali terdiam, Tidak menyadari sesuatu yang cukup penting dalam waktu yang cukup lama. Tapi, setelah berfikir beberapa saat Rikuto menganggap itu bukanlah hal yang penting
“Aku penasaran sih, Tapi sudah kebijakanku untuk tidak mengurusi orang lain yang tidak ada
kaitannya denganku,”
“Ada kok, Apa kau masih mencari anak Kuroyama Jun?” tanya Akari
“Masih. Tapi, apa hubungannya?” Rikuto balas bertanya
“Kau curiga pada siapa?”
“Ootonashi Mashiro dari kelasku. Sesuai perkataan Jun-san, Dia akan mendekatiku dan tidak tahu
tentang No.4. Dan juga, tampaknya dia meragukan sesuatu dariku sejak cerita bohongku,” Jawab
Rikuto tenang.
“Jika dia mendekatimu, Sekarang kemana dia? Dan juga, apa kau yakin dia yang pertama
mendekatimu? Jika memang dia adalah orangnya, harusnya dia sudah sadar ketika mendengar
namamu saat perkenalan kan? Tapi, dia baru bicara denganmu beberapa minggu setelahnya. Lalu,
Masalah meragukan ceritamu, Aku pikir ada orang yang rela di permalukan untuk memintamu
menceritakan yang sebenarnya,”
Rikuto dibuat terdiam lagi oleh teori Akari. Kali ini Rikuto tidak bisa menyanggahnya lagi dan
menyalahkan dirinya sendiri karena sudah terlalu terpaku hanya pada satu keadaan dan melupakan
sesuatu yang lebih penting.
“Apa perlu aku beritahukan? Ku yakin Kuroyama Jun telah mengatakan kalau ada orang yang tahu
tentang anaknya,” tanya Akari lagi. Rikuto masih terdiam dan tidak bisa menjawab. Perhitungannya
meleset cukup jauh hingga tidak memperkirakan kemungkinan lain
“Apa ada orang yang lebih memiliki kemungkinan itu selain Ootonashi Mashiro?” tanya Rikuto ragu
“Apa Kau masih tidak mengerti?, Padahal orang yang paling memungkinkan dan mencurigakan selalu ada di dekatmu beberapa saat terakhir ini,”
“Tidak mungkin Misaki kan? Dia bilang kalau ibunya seorang pemilik toko kue, Dan aku tidak ada
informasi mengenai istri jun-san memiliki toko kue,”
“Apa kau tidak pernah lewat Rumah Misaki?” tanya Akari, Rikuto menggelengkan kepalanya
“Jika kau pernah melewatinya, Harusnya kau sadar kalau rumahnya adalah sebuah toko. Dan, Nama
toko itu adalah ‘Toko kue Shiroyama’,”
Posting Komentar

Back to Top