Happiness In An Unfair World. Chapter 13 - Is this Trap or Test?

Diposting oleh Label: di
"Apa ada yang mengetahui kenama Kuroyama-kun?”
Sudah 3 hari Rikuto tidak menampakkan diri di sekolah. bahkan, dia tidak ada di rumahnya ketika
Akari mencarinya. Karena tidak ada yang mengetahui, Seluruh siswa tidak menjawab apapun.
“Kalau begitu, Kita lanjutkan saja pelajarannya,”
Seluruh murid membuka buku pada jam pertama pagi ini. Rikuto yang tidak terlalu mencolok
memang tidak terlalu berpengaruh ketika dia tidak hadir. Tapi, tetap saja ada beberapa siswa yang
tampak tidak nyaman dan tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Termasuk Misaki yang terlihat
sangat bingung
“Kemana dia?” gumam Misaki sambil menyalin apa yang di tulis di papan tulis tanpa konsenterasi
sedikitpun
..
“apa dia tidak ada di sini?”
Di kelas 1-3, Akari menjadi orang pertama yang tidak menyadari ketidak hadiran Rikuto dari kelas
lain. Karena Rikuto memang tidak terlalu di kenal di sekolah dan tidak terlalu berpengaruh. Suasana
di kelas 1-3 berjalan seperti biasa tanpa ada yang merasa janggal
‘Kau ada di mana?’
Dengan bersembunyi. Akari mengirim Email ke Rikuto. Tapi, tidak pernah ada balasan. Bahkan tidak
ada tanda bahwa dia membacanya.
Pelajaran pertama dan beberapa selanjutnya berjalan dengan normal di sekolah. tapi, bagi Misaki
terasa seperti waktu yang berjalan semakin lambat. Padahal seharusnya, jika Rikuto menghilang,
Misaki bisa menjadi siswi pada umumnya. Tapi, saat ini Misaki terlihat sangat cemas.
“Harusnya kan jika dia tidak ada, Aku tidak perlu menahan emosi saat melihat sikapnya. Tapi, kenapa
aku merasa seperti ini?” gumam Misaki
“Takaki, Apa kau tidak mendapat kabar dari Riku?” tanya Takeshi dengan suara yang cukup keras
“Tidak. Aku saja tidak memiliki alamat E-mailnya,” Jawab Takaki sambil merapihkan kertas yang ada
di meja guru.
“Kau tahu sesuatu Misaki-san?” tanya Takaki saat Takeshi sudah keluar dari Ruangan kelas.
“Tidak,” Jawab Misaki.
“Oh ya? Nana-san sepertinya juga sedang mengikuti turnamen ya? sudah beberapa hari dia tidak
terlihat,”
Nana adalah satu satunya teman Misaki yang sudah bersama Misaki semenjak SMP, dan tentunya
dia mengetahui banyak hal tentang Misaki. Walau pernah di marahi oleh ibunya Misaki, Nana tetap
menjadi temannya. Dan Nana juga merupakan teman Takaki saat SD.
“Iya, dia adalah seorang yang sangat aktif dalam Klub,” jawab Misaki tanpa mengalihkan
pandangannya dari buku
“Bicara soal klub. Apa kau tahu? Riku bergabung dengan klub Aikido,”
Misaki terkejut hingga dia hampir menjatuhkan bukunya.
“Pantas saja, dia akhir akhir ini meninggalkan kelas dengan cepat,”
Mendengar perkataan Misaki. Takaki tersenyum
“Aku juga baru tahu ketika Ushio senpai menanyakan Riku padaku. Ternyata, dengan sikapnya yang
seperti itu dia bisa bergabung dengan klub juga ya?”
“Seperti itu?” tanya Misaki
“aku tahu, Dia selalu mencari celah untuk menyendiri dan memisahkan diri dari perkumpulan. dan
dibalik sikap cerianya dan Ramahnya. Dia seperti menanggung beban yang berat. Tapi, Ushio-senpai
mengatakan bahwa dia bersedia mengajari beberapa anggota,”
“begitu ya,”
---
‘No.4 Terlihat kembali di Negaranya meskipun sempat menghilang.’
Akari terlihat terkejut melihat Trending topic pada berita. Sepertinya, No.4 sudah mencapai puncak
kepopulerannya. Atau lebih tepatnya di populerkan oleh orang lain hingga bisa menjadi tranding
topic. Dalam berita itu, terlihat seorang lelaki dengan kemeja dan kacamata. Serta rambut yang
sama seperti yang pernah ada di foto. Menutupi mata kanannya yang memakai kacamata
“Mungkinkah dia kembali?” gumam Akari sambil terus membaca berita tersebut.
Berita tersebut di unggah 1 hari yang lalu oleh orang yang sama dengan orang yang pertama kali
mengupload berita dan foto. Entah bagaimana caranya. Berita tersebut mendapatkan banyak
pembaca hingga menjadi Trending topic di internet.
Dalam beberapa hari. Hal itu juga menjadi tranding topic di sekolah. karena cukup banyak siswa dan
siswi yang mengetahui tentang itu juga membaca setiap berita yang beredar tentang No.4.
Wajahnya dalam foto di berita ini juga lebih jelas dengan berita yang lainnya.karena di ambil ketika
dia sedang turun dari kendaraan umum.
“Dia terlihat mirip dengannya kan?”
++Rikuto’s POV++
Tidak terasa aku akan memakan waktu hingga 3 hari. Terlebih aku harus sampai bandara tengah
malam saat Kereta tidak beroperasi. Dan juga, Aku harus bertemu dengan orang merepotkan yang
memaksaku untuk kembali pada mereka. Tapi, setidaknya urusanku berakhir dengan baik, tanpa ada
halangan dari ayah. Karena aku memang tidak bertemu dengan Ayah maupun kakak beberapa hari
yang lalu.
Karena tidak mengaktifkan Ponselku beberapa hari. Saat aku mengaktifkannya, ada 12 pesan yang
masuk ke ponselku dan 3 panggilan tidak terjawab. Semuanya dari Akari
‘Kau tidak masuk hari ini?’
‘Rikuto?’
‘Hey? Kau sakit?’
‘Rumahmu kosong.’
‘Kau ada di mana?’
Dan beberapa pesan yang dikirim Akari dengan pertanyaan yang sejenis. Aku tidak menyangka Akari
akan seperti ini. Tapi, Itu tidak merubah pandanganku terhadapnya. Saat ini, aku masih menganggap
dia melakukannya atas dasar kasihan terhadapku.
‘Ponselmu sudah aktif, Kau dimana?’
‘Di Bandara’
Setelah melakukan checking ticket dan keluar dari bandara. Aku melihat bandara sudah menjadi
sangat sepi, Karena sudah hampir melewati tengah malam. Bahkan aku tidak yakin bisa menghadiri
sekolah besok. Tapi, saat aku hampir menelpon taksi, Sebuah motor dengan suara yang cukup keras
berhenti di sebelahku
“Yo,”
“Jun-san?”
Aku tidak pernah mengetahui dia memiliki Motor seperti itu. sehingga aku tidak mengenalinya
sampai dia membuka helmnya.
“Berjalan lancar?”
“Sepertinya begitu,” jawabku
“Berhasil kau cegah pembongkarannya?”
“Ya, Tapi, jika ayah mengetahuinya. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan lagi,”
“Sebelum itu, Naiklah,”
Aku menerima helm yang diberikan oleh Jun-san dan menaiki motornya. Setelah memastikan aku
naik dengan benar. Dia menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi menuju Rumahku
“Kenapa kau harus menjemputku?” tanyaku
“Permintaan dari seseorang,”
“Siapa?”
“Kau tidak perlu tahu katanya,”
“terus, Motor ini bukan punyamu kan?”
Setelah aku menanyakan itu, Jun-san terlihat terkejut hingga sedikit kehilangan kendali dan
membuat motor ini bergoyang.
“Aku meminjamnya,” jawab Jun-san setelah menyeimbangkan Motor ini. Berkat Jun-san yang
menjemputku dan membawaku pulang dengan kecepatan tinggi. Hanya membutuhkan setengah
jam untuk sampai ke rumahku.
“Terima Kasih tumpangannya,” Aku menundukkan badanku
“Tidak perlu seperti itu. lagipula, berterima kasihlah pada yang memintaku,”
Setelah mengatakan itu, Jun pergi kembali ke tempatnya. Karena merasa lelah dan mengantuk, aku
segera masuk ke rumah
“Aku pulang.”
“Dan, aku berhasil menggagalkan rencananya untuk membongkar tanda terakhir bahwa kau pernah
hidup,”
Aku menghidupkan lampu dan pergi ke kamarku. Sebelum terlelap, Aku mengecek ponselku untuk
membalas E-mail yang masuk saat aku sedang di perjalanan pulang
‘Kau pulang ke jakarta ya?’
‘Kenapa kau tahu?’
‘Jelas lah. Kepulanganmu itu membuat keributan,’
Apa maksudmu? Akhir akhir ini Akari sangat aneh. Dari mengetahui Rahasiaku yang hanya sedikit
orang yang tahu, Hingga bisa mengetahui sesuatu yang tidak pernah kuberitahukan pada siapapun.
Darimana kau mendapat informasi itu? Dasar perempuan Aneh.
--
“Dia terlihat mirip ya?”
Berkat orang sialan itu, Fotoku sudah menyebar di internet. Tepat saat turun dari bus. Entah dengan
cara apa, berita tidak berguna itu menjadi trending topic hingga anak SMA juga membicarakannya.
Sepanjang jalan ke sekolah, orang yang kulewati berbicara tentang no.4 yang di kabarkan kembali ke
Negaranya. Memang apa hebatnya sih dia? Hingga menjadi terkenal seperti itu?
“Rikuto,”
Di depan pintu gerbang sekolah, Aku melihat Akari yang bersandari di dinding gerbang dan
mengulurkan tangannya padaku.
“Selamat pagi, Rikuto,”
“Pagi,”
Setelah tidak masuk tiga hari, Aku kembali menjalani aktifitasku di sekolah pada hari terakhir sekolah
di pekan ini. Seperti biasanya, sekolah selalu ramai dengan para siswa yang berdatangan. Setelah
mengganti sepatuku, aku berjalan pergi ke kelas. Suhu sudah semakin meninggi, Musim panas akan
datang dalam 1 minggu lagi. Dan ujian akhir akan menyusul setelahnya. Para siswa telah
menanggalkan mantel mereka termasuk aku yang menggunakan jaket tipis untuk menghindari
dinginnya pagi.
“Riku, darimana saja kau?” tanya Takeshi menyambutku di tempat dudukku
“Ada urusan pekerjaan sambilan. Aku harus ikut dengan managernya,” jawabku mengarang cerita.
Jika dia tidak bisa ku bohongi. Maka aku akan mengatakan yang sebenarnya,
“Hebat sekali ya? hingga harus pergi bersama manager?”
Sudah kuduga. Takeshi sangat mudah untuk kubohongi oleh perkataanku. Jika dia seperti Misaki.
Pasti dia akan memburuku dengan beribu pertanyaan. Tapi, tunggu? Kenapa aku mendadak
membandingkannya dengan Misaki?
“Riku,”
“Riku, Hoy!”
Merasa tidak ku respon. Takeshi memukul pundakku membuatku tersadar dari lamunanku.
“Apa apa?” tanyanya
“Tidak juga,”
“Matamu terlihat lelah,”
“Mungkin aku hanya kurang tidur,”
Pernyataan aku kurang tidur sebenarnya adalah sungguhan. Karena aku memang hanya bisa
memejamkan mataku beberapa jam setelah sampai di rumah.
“Riku, Kau masuk hari ini?” tanya Takaki yang baru datang sambil meletakkan tasnya di sebelahku
“Begitulah, pekerjaan sambilan memang melelahkan,” jawabku sambil menguap. Beberapa saat
mereka telah terlelap dalam obrolannya. Aku melihat sekitar. Hal yang sudah menjadi kebiasaan saat
aku merasa bosan. Memperhatikan keadaan sekitar. Tapi, mataku berhenti saat melihat Misaki yang
membaca buku dengan tenang, Seperti biasa. Dia selalu sendirian, dan aku tahu dia masih marah
padaku atas kejadiaan saat itu.
“Pagi, Anak anak. Duduklah di tempat masing masing,”
--
Di jam istirahat, Aku pergi melapor ke ruangan klub Aikido atas ketidak hadiran selama beberapa
hari kemarin. Aku pun sudah siap menerima hukuman atas ketidak hadiranku tanpa mengabari di
hari berikutnya.
“Permisi,”
*bugh,
Sebuah tinju mengenai lenganku. Jika aku tidak menahannya. Mungkin itu sudah bisa membuatku
terpental. Tapi, sebagai gantinya, tangan kiri yang kugunakan sebagai penahan terasa sangat lemas.
Pukulan yang sangat keras mengarah dari seorang Murasaki Aoi-senpai. Yang pernah menjuarai
turnamen.
“Apa maksudnya ini?” tanyaku
“Ini adalah hukuman untuk ketidak hadiranmu tanpa sebab,”
Setelah mengatakan itu, Murasaki-senpai melesat ke arahku dengan mempersiapkan tinjunya yang
di arahkan padaku. Dengan terpaksa, Aku mengindarinya dan bergerak kemanapun untuk
menghindari dan membuatnya bergerak dalam arahanku agar aku tidak kelelahan. Tapi, tanpa ku
sadari, Sebuah tendanganlah yang mengarah padaku dengan cepat. Tanpa sempat ku tahan.
Tendangan itu mengenaiku dan membuatku terjatuh. Sepertinya aku sudah mengerti kenapa dia
bisa memenangkan sebuah turnamen.
“Berikan alasan ketidak hadiranmu?” tanya Murasaki-senpai
“Ada urusan kerja sambilan. Aku harus ikut dengan managerku,” Jawabku sambil berdiri dan
merapihkan pakaianku. Beberapa siswa yang sedang melakukan latihan solo sepertinya sempat
memperhatikanku saat sedang ‘dihukum’ Oleh Murasaki-senpai.
“Di mana ushio senpai?” tanyaku sambil membuka botol air mineral dan meminumnya
“Dia sedang pergi, untuk persiapan turnamen,” jawab Murasaki-senpai.
“Aku hanya ingin memastikan, Perwakilan sebelumnya. Menerima patah pada tangannya, Jika
misalnya aku mematahkan tangan orang itu. itu tidak akan menjadi masalah kan?”
“Asal kau tidak membuat sekolah ini di diskualifikasi,”
“Intinya aku harus melakukannya tanpa diketahui oleh wasit?”
“Benar,”
“Kalau begitu, Sampai jumpa,”
Setelah mendapat konfirmasi dari Murasaki-senpai, Aku pergi keluar ruangan klub untuk kembali ke
kelas karena percuma membuang waktu yang hanya tersisa 5 menit itu di atap sekolah. beberapa
saat setelah aku meninggalkan ruangan klub, Ponselku bergetar
‘Jika kau pulang, harusnya kau kabari aku atau salah satu dari kakakmu,’
Aku mendapat pesan yang tidak ku inginkan. Pesan dari ayahku yang mendadak tahu bahwa aku
kembali ke jakarta beberapa waktu lalu, Sepertinya rencana yang ku susun juga tidak berguna.
Karena merasa tidak penting, Aku menutup kembali ponselku dan memasukkannya kedalam saku.
Tanpa ku sadari, Kakiku telah membawaku ke depan kelasku sendiri, dari depan kelas, Aku bisa
melihat para siswa terpaku pada selembaran yang di tempel di jendela kelas. Tanpa
memperdulikannya, Aku masuk dan langsung duduk di tempatku tanpa mengusik para siswa yang
sedang melihat selembaran itu.
“Kau sudah kembali, Riku?” tanya Takaki yang baru masuk ke kelas
“Apa kau tahu apa yang di tempel di kaca?” Aku bertanya balik pada Takaki
“Itu hanyalah sebuah undangan untuk menonton turnamen Volly,” jawab Takaki santai
“Jadi begitu?”
“Oh ya, Riku. Ushio-senpai memintaku memberikan ini padamu,” Takaki memberiku sebuah kertas
yang di lipat. Tapi, aku merasakan di dalamnya seperti ada sesuatu yang sengaja di bungkus dengan
kertas itu,
‘Kuroyama-san. Aku minta tolong, saat pulang sekolah,sekitar pukul 5.30 Kuharap kau pergi ke Atm
di belakang supermarket dekat stasiun, walau arahnya berlawanan dengan rumahmu. Ambil uang
50.000 yen dan berikan 30 ribu padaku besok. Jangan biarkan siapapun tahu tentang ini,’
Apa ini? Kenapa dia menyuruhku? Apa dia tidak punya tangan atau kaki untuk bergerak sendiri? Dan
juga, Kenapa harus jam setengah 6? Apa dia akan menjebakku?
Itulah yang kupikirkan saat membaca surat dari Ushio-senpai. Aku memasukkan kartu ATM itu
kedalam saku dan membuang kertas bertuliasan yang diberikan olehnya ke tempat sampah.
“Apa isinya?” tanya Takaki
“Bukan apa apa,” jawabku. Tak lama, sensei memasuki kelas dan memerintahkan seluruh murid
untuk duduk di tempatnya masing masing kemudian memulai pelajarannya.
--
Bel pelajaran berakhir. Langit yang sudah menggelap yang menandakan senja telah tiba, Seperti
yang dikatakan di surat, Aku akan pergi ke sana untuk mengambil uang. Tapi, masih ada beberapa
lama lagi hingga waktu yang di tentukan. Saat ini, Kelas terasa sangat sepi. Karena beberapa hal,
Aktifitas klub sedang terhenti. Sehingga banyak yang sudah pulang ke rumah masing masing. Tapi,
perbedaan yang paling mencolok saat ini adalah Misaki yang sudah meninggalkan kelas setelah bel
berbunyi.
Karena merasa bosan, Aku pergi menuju kantin, Tempat yang sangat jarang ku kunjungi karena aku
tidak terlalu betah dengan keramaian. Lorong yang menuju ke kantin melewati beberapa ruangan
kelas ataupun klub. Suasana sepi menggambarkan sekolah yang sudah tidak ada orang di dalamnya.
Dimana aku harus terjebak menunggu hingga jam setengah 6 hanya untuk mengambil uang di ATM.
Saat melewati klub Musik, Aku merasa ada suara yang sangat bagus. Suara nyanyian dari siswi yang
suaranya sudah tidak asing bagiku, Dengan permainan piano yang sangat bagus, dan juga. Lagu yang
dinyanyikannya adalah lagu yang paling sering ku dengar saat sendirian
“Bagusnya,” gumamku dengan bahasa indonesia. Sebagus apapun kemampuan bahasaku, Saat aku
bergumam tanpa sadar pasti yang keluar adalah bahasa indonesia yang sudah ku gunakan sejak
kecil. Sayangnya, waktu sudah menunjukkan jam 5. Aku harus segera pergi, walau aku ingin untuk
terus mendegarkan suara lagu yang sangat indah itu hingga selesai.
Aku berjalan dengan cepat menuju ATM yang di bicarakan. Aku ingin segera menyelesaikan ini dan
kembali ke rumah. Dengan langkah yang cepat aku berhasil mengambil uang di ATM 25 menit dari
saat aku berjalan dari sekolah. dan tidak ada apapun yang terjadi saat ini.
‘Aku tahu kau sudah mengambil uangnya, Saat ini. Jagalah uangmu sampai rumah dengan selamat,’
Aku terkejut melihat tulisan yang tertempel di sisi belakang kartu ATM tersebut. Aku sudah menduga
dia akan merencanakan sesuatu. Dan dugaanku tepat, Ada 4 orang yang sedang berkumpul di
sebuah gang setelah supermarket. Mereka semua berbadan besar dan membawa botol bir yang
sudah habis.
“Hoi Bocah,berikan kami uang,” salah satu dari mereka mencegat jalanku
“Aku tidak punya uang,” jawabku sambil mencoba pergi
“Jangan bohong bocah, Aku melihatmu pergi ke ATM,” orang lainnya menahan tanganku dan
mencengkram punggungku.
“Berisik, Aku memang kesana. Tapi, aku tidak punya uang yang harus ku buang untuk kalian,” Aku
melepaskan tangan mereka dan berjalan. Tapi, baru beberapa langkah, aku merasa ada sesuatu
melayang ke arahku
*Pranggg
Sebuah botol bir dilemparkan di arahku dan pecah tepat di sampingku. Jika tidak ku hindari, mungkin
aku sudah pingsan dan uang tersebut telah di ambil.
“Apa maksudnya ini?” tanyaku
“Berikan uangmu!”
“Apa kau pikir aku akan menyerahkannya hanya karna serangan sebotol bir?” tanyaku tenang
“Sialan kau!!,” Mereka ber empat termakan emosinya dan mengepalkan tangannya
“Maju sini. Sampah,”
Dasar sampah, Otak mereka sepertinya Tidak lebih berguna dari sekedar pajangan di kepala mereka,
Terprovokasi oleh perkataanku yang siapapun bisa mengucapkannya. Akan tetapi, kebodohan
mereka munngkin akan membuatku lebih mudah untuk membuat lelah mereka dan segera pulang
ke rumah.
Aku pergi menuju sebuah gang yang sangat sepi, Sepertinya Ushio sialan itu telah merencanakan
agar aku melawan 4 orang bedebah ini. Mereka mengejarku dengan sangat antusias dengan tinju
yang mengarah kepadaku. Tepat di jalan buntu, Aku menghentikan langkahku. Merasa aku tidak bisa
kabur, mereka mulai memukulku. Tapi,
“Kau bisa menghindarinya?” orang tersebut tampak terkejut dan mulai menyerangku kembali.
Seperti tadi, Aku hanya menghindari serangan mereka dan menggeser badan mereka agar pukulan
mereka mengenai sesamanya. Tapi, sepertinya memang mustahil melawan 4 orang berbadan besar
dengan hanya menghindarinya saja. terlebih dengan lengan kiriku yang masih terasa lemas akibat
serangan tiba tiba dari Murasaki-senpai. Saat aku menghindari pukulan dari satu orang, Aku
berjongkok dengan niat akan menjatuhkannya dengan kakiku tapi,
*BUGG
Aku menerima pukulan telak di wajahku dan membuatku terpental dan membentur dinding.
Posting Komentar

Back to Top