Rikuto menoleh kebelakang dengan Reflek ketika menyadari ada suara langkah kaki yang
mengikutinya. Karena tidak ada pepohan yang besar untuk bersembunyi, Misaki yang ada di
belakang Rikuto belum sempat berbuat apapun saat Rikuto menoleh kebelakang.
“Oh,ternyata Cuma Misaki,” gumam Rikuto sambil melanjutkan jalannya
“Apa maksudmu Cuma!?” tanya Misaki. Sepertinya dia tersinggung mendengar perkataan Rikuto
“Kupikir di belakangku ada seorang yang siap menikamku,” jawab Rikuto tanpa menoleh
“Maaf ya. Harapanmu tidak terkabul,”
“Begitu kah?”
“Kau benar benar jadi menyebalkan ya?!” tanya Misaki kesal.
“mungkin. Sudah ya, Aku harus pergi,”
Rikuto meninggalkan Misaki yang menggeram karena kesal. Rikuto merasa bahwa seharusnya dia
tidak harus se waspada itu di tempat di mana dia belum terlalu di kenal. Dan menoleh tadi adalah
keputusan yang tidak tepat.
“Padahal aku sudah bisa melupakan Masalah itu,” Gumam Rikuto
“Biarlah, Tinggal jalani hari seperti biasanya,” Lanjut Rikuto sambil membuka pintu rumah
“Aku pulang,”
--
Sudah 1 pekan sejak Rikuto bergabung dengan Klub Aikido hanya untuk membantunya dalam
Turnamen. Tapi, Rikuto belum pernah sama sekali pergi ke ruangan Klub untuk latihan. dan tidak di
ketahui keberadaannya oleh para anggota klub lainnya.
“Apa kau yakin meminta tolong pada orang sepertinya?” tanya Aoi sambil membuka botol Air
mineral
“Kau sudah lihat kemampuannya. Yang ku perlukan hanya tidak ada orang yang terluka sebelum
pertandingan dan memenangkan Turnamen ini,” jawab Ushio yang sedang memandu latihan
beberapa anggota.
Saat ini, di kelas 1-3, Rikuto sedang mengetikkan sesuatu di laptopnya bersama dengan Akari yang
mengetik di Tabletnya. Sepertinya mereka sedang di berikan tugas cukup banyak ole h Jun sebagai
Sekretaris pengganti dan Jurnalis yang menjadi Asistennya.
“Jangan cepet cepet ngetiknya!” protes Akari yang kesulitan untuk menulis laporan yang sedang
Rikuto tulis.
“Sudah ku bilang, Aku tidak akan menurunkan kecepatan mengetikku. Jika kau mau bekerja
denganku,setidaknya kau harus siap untuk mengimbangiku,”
“Apa tidak masalah kau tidak ikut latihan Klub selama satu minggu ini?” tanya Akari
“Aku tidak bisa melakukan apapun jika ada pekerjaan seperti ini yang belum ku selesaikan,” Jawab
Rikuto tanpa mengalihkan pandangannya dari laptopnya.
“Bagaimana dengan Misaki?” tanya Akari
“Dia bersikap ketus padaku dan menghindariku,”
“Aku kasihan padamu,”
“Huh, Aku tidak peduli dengannya. Selama dia tidak mengganggu ketenanganku, Dia bisa berbuat
sesukanya,” Kata Rikuto
“Benar benar orang yang buruk ya?” gumam Misaki
“Aku selesai,”
Rikuto menutup Laptopnya. Tugasnya sudah di kirimkan pada Jun melalui Email. Setelah semuanya
selesai. Rikuto memakai Jaketnya.
“Rikuto,” Panggil Akari, Rikuto menghentikan langkah kakinya
“Ini untukmu. Sebagai hadiah atas kerja kerasmu,”
Akari memberikan sebuah plastik kepada Rikuto.
“Apa ini?” tanya Rikuto sambil membukanya
“Mantel?”
Di dalam plastik, Ada mantel berwarna hitam dengan bulu di penutup kepala dan di kerahnya.
Mantel itu masih terbungkus dengan tempelan harga yang masih menempel
“Kau bilang kau tidak biasa belanja baju karena merepotkan kan?” tanya Akari. Rikuto menaruh
plastiknya di meja dan merogoh kantongnya.
“Kau tidak perlu repot repot. Ini uangnya,”
Rikuto mengluarkan uang dengan jumlah yang sama dengan harga yang tertera di Mantelnya
tertera. Tapi, tangannya di tahan oleh Akari,
“Kenapa? Kurang?” tanya Rikuto
“Sudah ku bilang kan, Ini hadiah atas kerja kerasmu, Jadi tidak perlu di bayar,” Jawab Akari dengan
senyumnya
“Terima Kasih,”
“Jangan salah paham ya. Aku membelikanmu bukan karna aku ingin dan sengaja Repot ke pusat
belanja. Tapi,karena memang kebetulan aku lewat toko Mantel yang bagus,” Sambil mengatakan itu,
Akari membuang wajahnya dan menghadap belakang. Ucapan terima kasih dari Rikuto terdengar
sangat tulus mengingat dia adalah orang yang tidak mau memperdulikan orang lain.
“Kalau begitu, apa yang kau inginkan, Aku tidak bisa menerima kebaikan orang lain sebelum
membalas budi,”
“Aku bisa meminta apapun?” tanya Akari
“Apapun kecuali masa Laluku,” Jawab Rikuto
“Itu mah Bukan apapun”
Akari menghembuskan nafasnya. Sepertinya jika dia bersikeras seperti Misaki, dia akan mengalami
hal yang sama. Jadi, Akari tidak ingin mengambil Resiko
“Baiklah, Aku ingin kau memberikan nomer telepon dan Email-Mu,”
“Yakin hanya itu? Kalau hanya minta itu, Tanpa menunggku saat seperti ini juga akan ku berikan jika
alasannya jelas,”
“Kalau begitu, Boleh minta lagi?” tanya Akari senang
“Tidak, Karena kau memintanya saat aku sedang memberimu kesempatan untuk meminta yang
hanya sekali. Jadi, itu dapat ku hitung sebagai permintaanmu,”
“Masa Begitu?” tanya Akari kecewa.
*Beeb Beeb
Layar ponsel Akari berbunyi, kemudian bergetar. Sebuah Misscall dan pesan dari Rikuto sampai
dalam waktu kurang dari 2 menit sejak Akari memintanya. Bahkan, lebih cepat dari kecepatan
transfer dengan Infra Merah.
“Cepatnya?”
“Aku sudah tahu Email dan Nomer ponselmu,” Jawab Rikuto sambil membuka pembungkus
Mantelnya. Meski itu pembungkus plastik, Rikuto membukanya dengan perlahan sehingga tidak
merobek pembungkus mantel tersebut
“Kenapa di buka dengan perlahan?”
“Ini caraku mengharga barang pemberian. Walaupun aku tidak membungkusnya kembali setelah di
gunakan. Setidaknya, Pembungkus merupakan bagian dari pemeberian tersebut.jadi, aku tidak bisa
merusaknya begitu saja. Itulah hal yang di ajarkan kepadaku,”
“Oleh?” tanya Akari
“Seseorang yang sangat berarti,” Jawab Rikuto sambil memakai Mantel yang di berikan Akari dan
memasukkan Jaketnya kedalam tasnya. Dalam perkataan Rikuto tadi, tidak ada kepalsuan di
dalamnya. Seperti halnya sesuatu yang sangat suci dan tidak bisa di kotori dengan kebohongan.
“Pacarmu?” tanya Akari penasaran,
“Tidak mungkin lah, Apa kau pikir aku adalah orang yang akan memiliki pacar?”
"Aku kasihan pada orang yang akan menjadi pacarmu nanti," Ujar Akari
“Sudahlah Ayo pulang,” Rikuto mengalihkan topik dan mengajak Akari pulang.
Karena waktu sudah menunjukkan jam 5.30, Sekolah sudah terlihat sangat sepi, hari pun semakin
gelap. Beberapa bagian di sekolah telah di terangi oleh lampu dan bintang semakin bermunculan.
“Akari, Aku pulang duluan,” Kata Rikuto yang sudah memakai sepatu Luar Ruangannya. Setelah
mendapatnya anggukan dari Akari, Rikuto berjalan pergi keluar gerbang dan kembali ke rumahnya
“Sepertinya. Perkiraanku benar,” Gumam Akari sambil memakai Sepatu Luar Ruangannya.
Rikuto berjalan di tengah hembusan angin malam yang semakin kuat. Meski begitu, rasa tidak terlalu
dingin seperti saat dia menggunakan Jaket Tipis yang biasanya. Mantel ini terasa lebih membuatnya
merasa hangat di banding dengan jaketnya.
‘Ku harap kau hati hati dalam perjalanan pulang, Rikuto’
Akari mengirimkan Rikuto pesan pertama setelah mendapatkan alamat email Rikuto. Dengan di
lengkapi gambar langit yang di foto oleh ponselnya.
‘apa itu?’ Balas Rikuto
‘Langit di stasiun’
Rikuto menutup ponselnya. Karena berfikir pesan dari Akari tidak terlalu penting untuk di balas lagi.
Dan kembali melanjutkan perjalanannya pulang. Memang benar, bintang hari ini sangat indah
karena cuaca yang sedikit cerah. Tapi, Rikuto merasa itu bukanlah hal yang perlu di katakan ke orang
banyak.
“Aku pulang,” Kata Rikuto saat memasuki Rumahnya. Karena dia tinggal sendiri, Tentu tidak ada
yang membalasnya dangan ‘selamat datang’ Walau ucapan itulah yang di inginkan Rikuto.
--
“Kuroyama-kun, Silahkan lanjutkan yang saya bacakan,”
Rikuto membaca apa yang sedang di jelaskan Shino dengan jelas. Dalam beberapa minggu, Peringkat
mingguannya menetap di angka 4. Meski begitu, Rikuto memiliki kegiatan lain karena sudah masuk
ke Klub Aikido dan mempersiapkan untuk mengikuti Turnamen di Musim panas.
Meski begitu, Hubungan Rikuto dan Misaki tidak membaik semenjak kejadian itu. Mereka masih
tidak saling berbicara dan mungkin bersikap seperti tidak saling kenal. Tapi, saat ini, Misaki sedang
memperhatikan Rikuto yang sedang membaca buku di depan. Walau Rikuto berada cukup jauh di
belakangnya.
“Selanjutnya. Takajiro- kun, Lanjutkan apa yang di bacakan Oleh Kuroyama-kun!”
Dalam pelajarannya. Shino terkadang meminta para siswa untuk saling bergantian membaca untuk
mengetahui siswa yang kehilangan konsenterasi saat belajar.
Setelah Rikuto duduk. Misaki kembali menghadap depan dan pandangan mereka sempat bertemu
untuk beberapa detik sebelum mereka memalingkan wajah masing masing.
“Ada apa dengannya?” gumam Rikuto sambil membetulkan posisi duduknya.
Saat ini, Rikuto menjadi terlihat sedikit lebih sibuk dengan Klub Aikidonya dan selalu pulang agak
malam. Meski begitu, Semenjak Akari mendapat emal Rikuto. Mereka selalu pulang bersama walau
hanya sampai persimpangan di depan sekolah. Bahkan, terkadang Rikuto terlihat datang bersamaan
dengan Akari. Sedangkan Misaki, Harinya kembali menjadi seperti biasa. Selalu sendirian di
manapun, Karena ketidak pandaianya dalam bicara. Misaki belum bisa memperbaiki hubungan
dengan temannya tentang kejadian dimana Ibunya marah kepada seorang Senpai hingga orang
tersebut di skors.
“Apa ini yang kau harapkan?” gumam Misaki sambil melirik ke arah Rikuto yang sedang
memperhatikan buku pelajarannya. Sudah beberapa pekan, Misaki berada di peringkat 3
menggantikan Akari yang naik ke peringkat 2. Pikiran tentang masalahnya dengan Rikutolah yang
membuatnya kehilangan konsenterasinya. Walau dia berfikir bahwa jika mereka tidak saling bicara,
Misaki akan kembali seperti biasanya.
“Misaki, Lanjutkan apa yang di baca Takajiro-Kun,”
Misaki terkejut. Dia berdiri dengan sangat terburu buru, Hingga kursinya terjatuh ke belakang. Di
saat kursinya jatuh. Seluruh kelas menertawakannya. Kecuali Rikuto yang masih menatap lurus ke
arahnya.
“apa Kau bisa melanjutkannya?” tanya Shino-Sensei
“Aku bisa,” Jawab Misaki. Meski begitu, tangannya gemetar karena tidak tahu harus membaca dari
mana. Di tengah kebingungannya. Misaki mendengar suara siswa yang tiba tiba mengatakan suatu
Sub bab. Dan suara itu tidak misaki kenali karena berada di antara suara siswa yang tertawa. Karena
merasa sudah diam cukup lama. Misaki memulai membaca dari bab yang di sebutkan.
---
Bel yang menunjukkan waktu istirahat makan siang telah berbunyi. Para siswa meninggalkan kelas
untuk pergi memakan makanan mereka ata membeli di kantin. Seperti biasa. Misaki adalah orang
yang selalu makan di kelas karena tidak ada teman jika harus makan di kantin.
“Riku, Kau mau roti yakisoba?” tanya Takaki pada Rikuto yang saat ini sedang berjalan keluar kelas
dengan beberapa siswa lainnya. Mereka terlihat sangat dekat di mata orang lain.
“Maaf, Ada yang harus aku kerjakan,” Jawab Rikuto ramah
“Klub Aikido?” tanya Takeshi
“Begitulah,” jawab Rikuto sambil memisahkan diri setelah melewati pintu depan kelas.
“Sampai nanti,”
Rikuto meninggalkan mereka yang menuju kantin. Dan berjalan cukup cepat ke ruangan Klub.
“Permisi,” Kata Rikuto sambil membuka pintu
“ada Apa?” Tanya Ushio
“Aku tidak ikut latihan Hari ini,”
“Kenapa?”
“Ada Hal yang harus aku urus,”
“Baiklah,”
Setelah mendapat persetujuan. Rikuto pergi keluar dari Ruangan klub dengan sopan dan
melanjutkan untuk pergi ke atap.
‘Kau ada dimana?’ tanya Akari dalam Emailnya
‘Di atap,’ Jawab Rikuto
“Ini bisa di sebut normal kan?” gumam Rikuto. Tangannya masih memegang ponsel dan memutar
sebuah lagu. Yang selalu di putarnya saat sedang sendiri. Lagu yang terdengar sedih. Sambil
membuka album foto di ponselnya. Dan melihat sebuah foto.
“Apa yang kulakukan ini benar?” gumam Rikuto
“Aku sudah tidak tahu harus melakukan apa. Karena dari dulu, tujuan dari hal yang ku lakukan hanya
untukmu. Bahkan, alasanku mempunyai mimpi hanya untukmu. Tapi,”
“Saat ini, Kau sudah tidak di sini. Aku sudah kehilangan satu satunya alasanku. Sehingga aku
memutuskan untuk bergerak seperti air yang menarik. Aku bolehkan melakukan itu?”
“Apa maksudmu?”
Rikuto berbalik dengan spontan. Misaki yang tiba tiba ada di belakangnya membuat dia hampir
menjatuhkan ponselnya karena terkejut.
“Dari kapan kau di sini?” tanya Rikuto sambl memasukkan ponselnya kedalam sakunya
“Mungkin sejak lagu itu berbunyi,” Jawab Misaki singkat
“Jadi kau mendengarnya?” tanya Rikuto sambil berbalik kembali dan mengambil ponselnya
“Karena itu aku bertanya apa maksudnya?”
“bukan apa apa,” jawab Rikuto
“Jadi begitu?”
“Ya,”
Misaki berjalan mendekati Rikuto yang masih membelakanginya dan melihat ke arah ponselnya. Saat
merasakan kehadiran Misaki di dekatnya. Rikuto mematikan layar Ponselnya.
“Sepertinya percuma memaksamu mengatakannya ya?”
“Kau sudah tahu kan?” balas Rikuto
“Lagipula memaksaku tidak akan berguna. Karena apa yang ku katakan tadi tidak ada hubungannya
deng__”
“Ada!” jawab Misaki dengan cepat.
“Sudah ku katakan, Kau lah yang mengambil kebahagiaan dariku!”
“Aku mengambil apa?” tanya Rikuto tanpa meninggikan suaranya. Tapi, Bukannya menjawab, Misaki
malah pergi meninggalkan Rikuto dengan berlari. Tidak lama setelah Misaki pergi, Akari berjalan
menaiki tangga ke atap dan melihat Rikuto sedang membelakanginya
“Apa yang terjadi?” tanya Akari
“Entahlah,” Jawab Rikuto singkat
“Siapa sangka akan di ungkit lagi?” gumam Rikuto
“Kau ingin tahu tentang dia?” tanya Akari
“apa yang kau tahu?”
“saat ini aku belum mendapatkan Informasi,”
Rikuto menghembuskan nafasnya dan bersandar di dinding. Suara lagu yang di ulang masih
terdengar sangat merdu, dan suasana sepi yang sangat tepat untuk lagu yang di putar.
“Kau suka lagu itu?” tanya Akari
“Begitulah,” jawab Rikuto seadanya.
“Aku tidak menyangka kau suka lagu ini,”
“Memangnya ada apa?” tanya Rikuto
“Tidak ada,”
Mereka berdua terdiam kembali, tanpa sadar. Akari ikut menyenandungkan lagu yang terdengar dari
Ponsel Rikuto. Walau Rikuto mengetahuinya. Tapi, Rikuto tidak berniat menghentikannya karena itu
pasti akan membuatnya malu jika dia di sadarkan oleh orang lain.
“Rikuto,” panggil Akari tiba tiba
“Hm?”
“Apa yang akan kau lakukan jika aku tahu siapa dirimu sebelum menjadi Rikuto?” tanya Akari. Rikuto
terdiam beberapa saat memikirkan sesuatu
“Kau tidak perlu katakan padaku apa yang kau tahu, dan juga jangan katakan pada orang lain,”
Jawab Rikuto setelah berfikir sejenak.
“Akari, ada yang ingin aku pastikan,”
“apa?”
“Apa kau tahu tentang keluargaku juga?” tanya Rikuto
“sedikit.. Mungkin,”
“Beberapa saat ini, Aku merasa kau jadi tidak semenyebalkan dulu. Jika kau melakukannya dengan
sebab kasihan dengan Masa laluku yang kau ketahui, Hentikanlah,”
“Aku melakukannya bukan karena Itu kok,”
“Baguslah,”
Rikuto berdiri dan pergi kembali ke kelas mendengar bel masuk berbunyi kembali.
++Rikuto’s POV++
Setelah beberapa pelajaran yang membosankan berlalu. Bel berbunyi, para siswa dengan semangat
meninggalkan kelas untuk pergi dengan kegiatan klub mereka. Karena aku berhalangan mengikuti
Klub Aikido, Aku mengenakan kembali Mantel hitam yang diberikan Akari padaku. Untuk ukuran
akan SMA, Menurutku mantel ini terlalu bagus. Tapi, karena sudah di berikan jadi aku tidak bisa
memilih.
Untuk beberapa alasan, Aku menghindari berkomunikasi dengan Misaki dan pergi keluar kelas lewat
pintu belakang. Aku akan pulang lebih cepat hari ini karena beberapa keperluan yang harus di
lakukan.
“Kau pulang, Rikuto?” tanya Akari yang datang dari belakangku
“Begitulah, ada yang harus ku kerjakan,” Jawabku sambil mengganti sepatuku.
Akari bilang dia tahu masa laluku, Jika benar. Mungkin ini bisa menjadi urusannya juga. Tapi, karna
kebenaran dari apa yang dia ketahui itu belum pasti, Jadi aku mengurungkan niatku dan pergi
meninggalkannya.
Sepanjang jalan pulang, Aku memikirkan tentang apa yang aku rebut dari Misaki. Terlebih, jun yang
memintaku untuk tidak menghubunginya bebrapa waktu akan sedikit merepotkanku. Terlebih,
Permintaan darinya belum ku penuhi.
‘Tiket sudah di pesan, Pesawat akan Lepas landas jam 6 sore besok’
Pihak bandara telah mengkonfirmasi pesawat untuk perjalananku besok. Walau perjalanannya
besok. Tapi, aku harus beristirahat cukup lama karena mungkin besok akan jadi hal yang melelahkan.
Dan tidak menutup kemungkinan aku akan tidak masuk untuk besok. Karena waktu dari sekolah ke
bandara cukup panjang jika harus sampai 3 jam sebelum pemberangkatan pesawat.
Setelah sampai di rumah. Aku membaringkan diriku di tempat tidur. Dan memejamkan mataku,
mencoba membersihkan pikrianku yang penuh oleh masalah dengan Misaki yang terus teringat dan
tidak bisa di lupakan. Juga pikiran yang di penuhi oleh cara agar bisa membantu klub Aikido dengan
kemungkinan akan melawan orang yang sulit di kalahkan.
Aku harap besok tidak perlu berurusan dengan orang orang menyebalkan yang mencoba menarikku
kembali kedalam organisasi itu. dan aku harap aku bisa melakukan apa yang harus ku lakukan tanpa
di ganggu. dan tanpa diketahui oleh ayahku.