Happiness In An Unfair World. Chapter 10 - The Lost Happiness

Diposting oleh Label: di
“Kuroyama Rikuto-Kun, Silahkan berdiri dan menceritakan tentang dirimu,”
“Baik,”
Setelah Guru mempersilahkan, Rikuto berdiri kemudian menarik nafasnya dan Mulai bercerita
“Aku adalah seorang anak tunggal. Dengan keluarga yang tidak terlalu kaya dan...”
Rikuto menceritakan semuanya dengan tenang, Meski itu hanya karangannya. Tapi, dia
menceritakannya seperti bahwa itu adalah kisah dirinya. Terlebih dengan tambahan wajah yang di
buat seolah menikmati ceritanya sendiri.
Terkadang, dia berhenti sejenak untuk melihat Reaksi dari beberapa orang, Jika reaksinya positif
maka dia akan terus melanjutkan ceritanya. Beberapa siswa ada yang tampak tak acuh dan beberapa
seperti orang yang duduk di sekitar Rikuto terlihat menikmati cerita Rikuto. Bahkan ia sengaja
menambahkan beberapa bumbu komedi tentang hal konyol yang seolah pernah di alami. Mungkin,
setelah ini, Pandangan seluruh kelas akan berbeda terhadapnya dan akan menganggapnya sebagai
siswa pada umumnya.
Sementara itu, Misaki terus menunduk saat mendengarkan cerita Rikuto, seolah tidak percaya
terhadap apa yang di katakannya jika di sambungkan dengan apa yang telah terjadi. Seperti saat dia
menatap layar ponsel dengan Mata yang menunjukkan kesedihan yang di pendam. Meski begitu,
tapi dia sepertinya tidak ingin meneteskan Airmata. Dan itu bertolak belakang dengan hal yang
diceritakan Rikuto bahwa dirinya memiliki masalalu yang indah.
“apa kau berbohong?” gumam Misaki pelan. Dia yakin, hilangnya Emosi Rikuto disebabkan oleh
trauma. dan untuk menutupinya, Rikuto membuat sebuah wajah palsu agar bisa bergaul dengan
siapapun dan golongan apapun
Isi dari cerita Rikuto hanya menyangkut hal yang sepertinya dia alami dari taman kanak kanak hingga
SMP. Tapi, hal yang keluar hanya hal yang berbau kenangan Menyenangkan.
“Aneh, Tidak ada yang bereaksi negatif satu orangpun,” Gumam Rikuto saat mengambil jeda seperti
seolah sedang berfikir apa yang harus di ceritakan selanjutnya
“Jika kau bingung. Beri tahu aku tentang Negaramu. Dan bagaimana kau mendapat beasiswa?”
Permintaan Sino-sensei seolah tepat menusuk Rikuto, karena tidak mempersiapkan hal itu, Dia
mengepalkan tangannya dan memaksa otaknya untuk berfikir lebih
“Aku dapat beasiswa karena beruntung,” jawab Rikuto yang sudah tidak mampu memikirkan
karangannya.
“Tidak mungkin,” Seru beberapa Murid seolah tidak percaya bahwa Rikuto hanya mendapatkannya
karena beruntung.
“Jika seperti ini,”
“Tentu saja tidak, Setelah mendengar kabar bahwa pemerintah akan mengadakan tes untuk
pertukaran pelajar ke luar negeri, Aku belajar dengan keras dan berharap berhasil. Dan aku berhasil
melakukannya,” Hal itu tidak sepenuhnya bohong, Karena Rikuto memang mengikut tes tersebut.
Mendengar jawaban yang mantap dari Rikuto. Para Siswa bertepuk tangan tanpa terkecuali.
“Aku beruntung, ada beberapa orang yang bisa di bodohi” gumam Rikuto . Tak lama setelah itu, Bel
berbunyi. Menandakan Jam pelajaran telah selesai dan akan berganti dengan pelajaran selanjutnya.
“Terima kasih Kuroyama Rikuto-kun atas ceritanya. Beberapa pekan lagi adalah giliran Takajiro
Takaki, kau bisa?”
“Baik!” jawab Takaki Mantap. Setelah merapihkan beberapa dokumen, Sino sensi keluar Ruangan
kelas menuju ruangan Guru.
“Kenapa aku tidak di tanya kesiapanya?” gumam Rikuto sambil membuka ponselnya
‘Jun-san, Aku berterima Kasih atas bantuannya. Maaf mengganggu waktumu,Jika kau benar.
Mungkin tersangka, Ootonashi Mashiro. Karena dia tidak tahu tentang No.4 dan seperti yang kau
katakan, dia juga yang mulai berbicara denganku.’
“Riku, Apa kau mengerti bagian ini?”
Tiba tiba, pertanyaan Takaki mengagetkan Rikuto yang sedang melihat ponselnya. Takaki
menyodorkan sebuah iklan di koran dengan tulisan bahasa Inggris
“Pendaftaran Lomba karya ilmiyah dapat di kirimkan melalui Pos ke tempat yang tertera di bawah
ini,”
“Kau bisa bahasa inggris?” tanya Takaki terkejut. Padahal niatnya hanya menanyakan maksud dari
kalimat yang tidak di ketahui oleh Takaki saja. Tapi, Rikuto justru menerjemahkan semuanya
“Tapi, Aku tidak pernah menerapkannya dalam percakapan, Jadi, aku tidak bisa berkomunikasi via
suara dengan bahasa Inggris,” Jawab Rikuto singkat.
“Seperti yang di harapkan dari Rangking 4,”
Kali ini, Rikuto mendapatkan kembali Peringkat 4 nya. Dan itu membuat namanya lebih di kenal oleh
seluruh siswa. Sedangkan Misaki dan Takaki bertukar tempat dalam peringkat.
“Semuanya, Duduk!. Kita mulai pelajarannya,” Seru Sensei yang baru datang di tengah perbincangan
para siswa. Setelah di berikan peringatan, seluruh siswa segera merapihkan posisi duduk mereka dan
pelajaran di mulai kembali.

 ++ Misaki’s POV++


Apa mungkin masa lalunya seperti itu? Apa itu tidak di palsukan? Karena, Jika masa lalunya bahagia.
Maka, Dia tidak harus selalu memberikan penolakan setiap aku memintanya untuk menceritakan
Masa lalunya. Jika yang di ceritakannya benar. Kenapa dia sering menyendiri? Kenapa dia kehilangan
emosi dan membuat wajah palsu untuk menutupinya? Kenapa dia harus menunjukkan wajah sedih
ketika mendegarkan lagu tentang keluarga? Apa benar Masa lalunya se sederhana itu?
Pikiranku di hantui oleh pertanyaan tentang cerita Kuroyama-Kun, Meski itu terdengar sangat nyata.
Tapi, Aku sangat ingin menolaknya, Karena jika memang se sederhana itu, Harusnya dia juga akan
menjadi siswa yang normal. Tapi, sikapnya menghadapi beberapa permasalahan itu menunjukkan
dia tidak cukup Normal. Seperti hilangnya Niat untuk mendapatkan sesuatu yang dapat
membanggakan Orangtuanya. Dan beberapa Hal yang terlihat di wajahnya. Haruskan aku percaya
pada ceritanya?
Terlarut dalam konflik batin dalam diriku, Aku tidak menyadari bahwa istirahat telah tiba, Meski
begitu aku telah memutuskan untuk mencari tahu tentang dirinya secara langsung. Meski harus
memaksa.
Setelah Sensei keluar dari kelas, Tanpa perduli dengan beberapa orang yang masih di kelas, Aku
berjalan ke arah Kuroyama-kun dengan cepat.
“Ikut Aku!”
“Misaki-San?”
Aku menarik tangan Kuroyama-Kun dan membawanya pergi ke luar kelas dengan cepat.
“Apa apaansih dia?”
“Apa dia tidak punya Malu menarik Kuroyama-Kun seperti itu?”
“Tidak Tahu Malu,”
Cacian beberapa Siswi yang ku lewati dalam perjalanan ke Atap terdengar jelas di telingaku.
Sepertinya mereka sengaja mengatakannya dengan Keras. Tapi, persetan dengan semua itu, Aku
sudah tidak tahan dengan Sandiwara yang di lakukan oleh Kuroyama-kun. Hari demi Hari hingga
sebulan sejak kedatanganya. Aku mulai mendapat surat Kutukan di lokerku, Mungkin jika memang
ada yang harus di salahkan itu adalah Kuroyama-Kun. Dan diriku, karena telah mengabaikan arahan
dari Ibuku saat aku di minta mencari tahu tentangnya.
“Ada apa?”
Meski sudah di tarik saat naik 2 lantai olehku, Kuroyama-kun Terlihat sangat tenang, Sepertinya
kecepatan jalanku memang tidak ada apa apanya dengan Kecepatan Jalannya.
“Apa yang kau ceritakan itu benar?” tanyaku dengan tegas. Kuroyama-kun terdiam.
“Apa maksudmu?” Setelah terdiam beberapa saat, Kuroyama-Kun balik bertanya.
“Apa benar Masa Lalumu se sederhana itu?”
“Jika benar kenapa?”
Kuroyama-kun mulai terlihat tidak nyaman dengan pertanyaanku, Nada bicaranya menjadi dingin.
Seperti mengancamku untuk berhenti. Tapi, Aku sudah memutuskan untuk bertanya apapun yang
terjadi.
“Jika benar, Aku akan berhenti bertanya. Tapi, jika Kau bohong__”
“Jika aku bohong kenapa?”
Aku terkejut. Sepertinya memang dia masih memiliki sisa dari Emosinya yang bisa membuatnya
Marah. Dia memotong perkataanku dan bertanya dengan suara yang agak di tinggikan. Aku baru
mendengar Rikuto meninggikan Suaranya semenjak dia pindah kesini
“Jika kau bohong, Aku akan memberi tahu semua orang tentag Dirimu,”
“Lakukanlah, Memangnya kau tahu apa tentang diriku?”
Berbeda dengan sebelumnya, Nada bicaranya berubah seakan mengejekku. Aku yang sudah mulai
kehilangan kesabaran mengepalkan tanganku
“Kau selalu berbohong dengan wajah palsumu. Apa kau nyaman?”
“Mungkin,”
“Kau.. Aku tidak percaya bahwa Masa lalumu se sederhana itu. Karena, jika memang benar. Kau
tidak mungkin akan membuang Emosimu!” ucapku sedikit Lebih keras
“Apa maksudmu?” tanya Kuroyama-kun Seolah tidak mengerti apa yang ku ucapkan
“Aku tahu, Kau Kehilangan sedikit dari Ekspresimu dan membuang Emosimu. Setelah itu, kau
membuat wajah baru untuk mengelabui orang orang agar tidak tampak menonjol.Kau sudah tidak
memiliki hati lagi untuk terseyum. Bahkan untuk menagis sekalipun. Karna saat kau ingin menagis,
Kau akan menahannya sehingga itu hilang dengan sendi__”
“Diam!”
“Apa untungnya bagimu mengetahui Hal yang tidak ada kaitannya denganmu?” tanyanya.
Pertanyaan yang selalu membuatku kesal
“Apa harus mempertimbangkan keuntungan jika ingin mengenal teman lebih dalam?” Aku balas
bertanya padanya
“Apa kau pikir kau adalah temanku? Aku tidak pernah menganggap seperti itu,”
“Cukup!!. Jika kau tidak menganggapku seperti itu, Kenapa kau bersikap baik padaku?!”
“Aku melakukan hal itu sebatas formalitas pada Rekan sekelas,”
“Kau... Kau hanya bisa melarikan diri saja kan?! Kau tidak menganggapku dan mereka teman agar
kau tidak harus menerima tanggung jawab sebagai teman kan?!”
“Berisik, Aku memang melarikan diri. Tapi, bukan dari tanggung jawab. Melainkan hal lain,”
“Apa itu?!” tanyaku Dengan Kesal
“Jika kau sudah mengaggap sesuatu berharga, Saat kau kehilangan itu akan sangat menyakitkan,”
“Sedangkan kata ‘Melindungi yang berharga’ Hanyalah sebuah bualan. Nyatanya, hal yang paling
berharga di hidupku sudah di ambil dariku,” Sambungnya
“Jadi, Kau melarikan diri dari Rasa sakit karena kehilangan dengan membuang Emosimu? Dan tidak
menganggap apapun berharga?!”
“Begi__”
“Kalau begitu, Bagaimana denganku yang memang tidak memiliki hal yang disebut berharga?! Setiap
orang yang menjadi temanku akan menghianatiku setelah termakan omongan mereka,”
“Itulah buktinya kau maupun aku tidak bisa melindungi hal berharga tersebut,”
“Aku sudah lelah dengan sikapmu kuroyama-kun, Aku hanya ingin mengetahui tentang orang yang
sudah ku anggap teman. Tapi, kau tidak menganggapku begitu. Jadi, Aku akan berterus terang,” Aku
berhenti untuk mengambil Nafas
“Semenjak aku mengenalmu, Aku selalu mendapat surat ancaman. Dan beberapa temanku berbalik
karena menganggapku terlalu mendekatimu. Terlebih, ibuku menaruh curiga bahwa kau lah orang
yang merebut hal berharga dariku. Jadi, Semua adalah Salahmu!!!”
Karena sudah terbawa emosi, Aku memukul Kuroyama-kun, Meski itu pelan. Tanpa melihat
reaksinya, Aku pergi berlari ke kelas sambil menyeka air mataku, Aku telah membocorkan apa yang
tidak boleh di bocorkan sebelum semua di ketahui dengan sendirinya. Tapi, perkataan Kuroyamakun
benar benar membuatku sakit, Perkataan yang penuh dengan keputus asaan. Seperti dia sudah
menyerah dengan apa yang pernah menimpanya.
++Rikuto’s POV++
Setelah Menerima pukulan sangat pelan dari Misaki, Aku teridam. Sama sekali tidak mengerti
tentang dirinya. Jika memang dia menganggapku seorang yang membuat hidupnya berantakan dan
merebut hal berharga darinya. Harusnya dia tidak perlu melakukan interaksi denganku.
Tapi, tunggu? Dia bilang apa yang ku rebut darinya? Aku tidak pernah melakukan apapun sejak
masuk ke sini.
‘Bagaimana?’
‘Semuanya kacau, orang yang di perkirakan tidak bergeming sedikitpun. Tapi, malah orang lain yang
mendadak marah padaku’
Perkiraan Jun-san salah. Ootonashi yang merupakan orang yang paling berkemungkinan adalah anak
dari Jun-san tidak bergeming. Dan tampaknya percaya. Tapi, Malah aku di marahi oleh Misaki.
Bel Masuk telah berbunyi. Namun, Moodku untuk kembali ke kelaspun sudah menghilang. Semua
perkiraan yang ku perhitungkan benar benar tidak sesuai dengan kenyataan. Terlebih, perkataan
Misaki bahwa aku telah merebut hal yang berharga darinya. Jika isi pikiranku terus seperti ini.
Mengikuti jam pelajaran juga tidak akan berguna. Jadi, kupikir aku akan bolos dan berdiam diri di
sini.
“Tidak ku sangka kau akan bolos, Rikuto,”
Di tengah lamunanku. Seseorang mengagetkanku, orang yang tidak ku inginkan kedatangannya. Dia
adalah Hirasawa Akari. Orang yang membongkar beberapa rahasiaku. Dan orang yang menggunakan
hal yang sama denganku.
“Kau juga bolos Kan?”
“Tidak, Aku ijin ke kamar mandi dan mampir,”
Seperti biasanya, Sikapnya menyebalkan di balik wajahnya yang polos. Atau lebih tepat dibuat
terlihat polos.
“Apa maumu?” tanyaku
“Aku mendegarnya,”
“Mendegar apa?”
“Kabar bahwa siswi bernama Misaki ditolak olehmu,”
“Hah?”
Sepertinya. Kebencian para siswi terhadap Misaki telah memuncak hingga melibatkanku dalam
urusan Mereka, Atau mungkin ini karena Misaki pergi dari atap dengan Menangis, dan beberapa
orang yang melihatnya langsung mengambil beberapa kesimpulan bodoh.
“Aku tahu, Dia tidak mempercayai ceritamu kan? Dan memaksamu untuk menceritakan yang
sebenarnya,”
“Mungkin Juga,”
“Tinggalkan Aku sendiri,” Lanjutku,
“Baiklah, jangan lupa, Ada pekerjaan baru, Kita akan kerjakan mulai besok,”
Setelah mengingatkanku, Akari pergi meninggalkanku sendirian seperti yang ku minta .Aku
menyandarkan tubuhku di tembok. Aku sudah kehilangan Mood untuk ke kelas. Tapi, jika aku pulang
sekarang pasti aku akan menjadi bahan pembicaraan.
Aku terdiam, menatap awan yang terlihat semakin mendung. Masih berfikir tentang apa yang
terjadi, Kenapa dia bisa semarah itu? Dan kenapa aku harus memikirkannya walau aku berusaha
untuk menganggapnya sebagai angin berlalu. Rasanya seperti aku melupakan hal yang penting
“Jun-san?” kataku saat dia mengangkat panggilanku
“Rikuto, apa sebaiknya kau cari tahu tentang orang yang marah karena ceritamu?”
“Apa itu mungkin?. Karena beberapa tanda yang kau sebutkan tidak ada yang menuju pada orang
itu,”
“Kalau memang bukan, Apa itu memang harus mengganggumu? Lakukan pencarian seperti biasa.
Rasanya tidak seperti dirimu jika terganggu dengan hal seperti itu,”
Jun-san benar. Aku memang seharusnya tidak memusingkan hal ini. Tapi, Masalahnya bukan hanya
di situ.
“Dia bilang, aku telah mengambil hal berharga darinya. Tapi, aku tidak pernah melakukan apapun
semenjak masuk ke sekolah ini,”
Aku tidak akan nyaman jika ada orang yang mengatakan aku telah merebut sesuatu darinya. Dan aku
tidak merasa melakukannya.
“Jalankan saja aktivitasmu seperti biasa, Coba bicara dengannya. Jika di tanggapi minta maaflah dan
tanya apa kesalahanmu. Jika tidak di tanggapi, Kau bisa mencari tahu tentang dirinya,”
“Baik,”
Bel berbunyi. Seluruh jam pelajaran telah berakhir dan sudah waktunya untuk pulang, Aku menutup
telpon dan beranjak pergi ke kelas untuk kembali pulang ke rumah.
++Rikuto’s POV end++
“Apa benar Misaki di tolak oleh Kuroyama-kun?”
“Entahlah, Tadi aku lihat dia menarik kuroyama-kun dan beberapa saat kemudian kembali sambil
menangis,”
“Sudah ku duga, Tidak ada yang mempunyai tipe perempuan seperti Misaki,”
Rumor telah tersebar sejak Misaki menarik Rikuto ke atap dengan terburu buru dan pergi ke kelas
dengan tangisannya. Terlebih, ketidak hadiran Rikuto di jam pelajaran selanjutnya membuat para
siswa semakin mengira ada yang terjadi antara Mereka.
Setelah Bel berbunyi dan seluruh siswa meninggalkan kelas. Rikuto kembali ke kelas untuk
mengambil tasnya dan pulang. Seperti biasa, Misaki terdiam di mejanya. Bukan dengan membaca
buku. Tapi, dengan meletakkan kepalanya dalam lipatan tangannya untuk menyembunyikan
wajahnya.
Karena keadaan yang masih tidak menyenangkan, Rikuto memutuskan untuk tidak berbicara pada
Misaki sampai dia terlihat seperti biasa. Setelah merapihkan tasnya dan menggunakan Jaketnya.
Rikuto pergi keluar kelas tanpa mengatakan apapun pada Misaki.
---
Ke esokan Harinya, Rikuto pergi kesekolah sedikit lebih siang karena baterai jam weakernya sudah
habis saat dia tidur. Dan juga karena dia tidak bisa tidur saat malam hari
“Sial, Kenapa aku harus memikirkan hal ini? Apa yang salah?” Gumam Rikuto sambil memakai
sepatunya dengan cepat
“Aku berangkat,”
Rikuto berjalan ke sekolah dengan sedikit lebih cepat.bahkan bisa di katakan setengah berlari.
Karena memang waktu yang di perlukan untuk datang ke sekolah adalah 20 menit jalan kaki,
Sedangkan saat ini hanya terseisa waktu 15 Menit sebelum gerbang sekolah di tutup.
“Hampir saja,” Gumam Rikuto saat berhasil memasuk gerbang sebelum bel masuk berbunyi. Meski
tidak telat, Rikuto datang saat para murid sudah masuk ke kelas mereka masing masing.
“Ada apa lagi?” Gumam Rikuto yang mendapati ada secarik kertas di Lokernya. Bukan seperti
sebelumnya, surat yang ada di loker Rikuto di bungkus rapih dengan Amplop bertulisan ‘Klub Aikido’.
Sebelum Rikuto membacanya, Bel berbunyi. Sehingga Rikuto harus menundanya hingga istirahat
makan siang. Untuk saat ini Rikuto memutuskan untuk pergi ke kelas sebelum Shino sensei masuk
kelas.
Posting Komentar

Back to Top