Happiness In An Unfair World. Chapter 09 - New Hint; Difference And Simmilarity

Diposting oleh Label: di
Tanpa pernah di sangka Rikuto, Ternyata jarak antara tes dari satu bidang ke bidang lainnya tidak
memiliki waktu istirahat yang lama. Jika sejak awal Rikuto tahu, Mungkin dia akan menghemat
tenaganya sedikit. Meski saat berlari tadi, Rikuto tidak terlalu serius.
Pada Akhrinya. Rikuto kesulitan di beberapa bidang yang berkaitan dengan bola. Sejak awal memang
olahraga yang berkaitan dengan bola sama sekali bukan ke ahliannya. Sehingga, Saat jadi penangkap
dalam tes bola baseball, Dia hampir hanya bisa menangkap 3 dari 10 lemparan. Tentunya, itu
membuat terkejut beberapa siswa. Mereka tidak menyangka Rikuto punya kelemahan dalam bidang
olahraga. Misaki sendiri yang tidak pernah mengetahuinya tertawa saat Rikuto gagal menangkap
Bola. Meski begitu, Misaki menahannya. Agar tidak terlalu terlihat mencolok
Setelah pelajaran olah raga berakhir, dan seluruh siswa Masuk kedalam kelas. Rikuto di tertawakan
oleh para siswa yang duduk di sekitarnya. Siswa yang cukup dekat dengan Rikuto. Meski begitu,
Rikuto hanya membalasnya dengan tersenyum atau tertawa atas kegagalannya sendiri. Karena dia
sudah menyadari kelemahannya.
“Apa dia selalu seperti itu?” gumam Misaki yang dari tadi memerhatikan Rikuto berbicara dengan
sekitarnya. Misaki merasa keadaannya dengan Rikuto itu berbanding terbalik. Misaki yang selalu
menyendiri karena di jauhi oleh rekannya. Meski begitu, Misaki sangat ingin memiliki teman.
Sedangkan Rikuto, dia bisa membuat teman sebanyak yang dia mau. Tapi, dia selalu menginginkan
untuk menyendiri. Hal ini terbukti dengan Rikuto yang berusaha mengakhiri pembicaraan dengan
orang yang sedang bersamanya. Dan perbincangan mereka hanya sekedar untuk menjadi pelengkap
saja bagi Rikuto.
“Jika saja, Kuroyama-san menghapus topengnya dan menunjukkan apa yang dia tunjukkan padaku,
apa dia masih akan memiliki teman? Apa dia menggunakan topengnya agar bisa berteman?” gumam
Misaki bertanya pada dirinya sendiri. Tapi, saat kesan negatif mulai muncul. Misaki teringat mata
Rikuto yang memancarkan kesedihan saat sedang memandang sesuatu di ponselnya.
--
Bel di sore hari mengakhiri kelas di hari terakhir dalam pekan ini. Seluruh murid yang memiliki
kegiatan Klub pergi menuju Ruang klubnya Masing Masing. Karena Rikuto dan Misaki tidak ikut Klub,
Mereka berdua ada di kelas dan saling berdiam diri.
“Rikuto,”
Setelah mendengar ada yang memanggilnya dari luar kelas. Rikuto berdiri dan pergi keluar kelas.
“Aku duluan, Misaki-san,”
Tanpa menunggu balasan Misaki, Rikuto pergi keluar dan menemui seseorang yang sudah
memanggiilnya. Akari, tentunya untuk mengerjakan pekerjaannya. Tapi, Mereka berdua saling
memanggil dengan Nama mereka. Entah mengapa hal itu membuat Misaki kesal.
Karena merasa sudah cukup sore, Misaki memutuskan untuk pulang. Tapi, agar ibunya tidak
menaruh kecurigaan. Misaki akan mengambil jalan Memutar dan mampir ke supermarket untuk
membeli sesuatu.
Sialnya. Saat sampai depan supermarket, Misaki sadar jika dompetnya tertinggal di Rumah pagi tadi.
“Mungkin aku akan memutar sedikit,” Gumam Misaki sambil berbalik dan berjalan kembali ke
sekolah. Beberapa hal telah Merubah Misaki sedikit demi sedikit. Awalnya, Misaki tidak begitu peduli
masalah nilai. Tapi, semenjak dia kenal dengan Rikuto, Misaki jadi sedikit serius. Entah untuk tujuan
apa. Dan, akhir akhir ini dia berubah menjadi orang yang sedikit kikuk dan ceroboh. Dan jadi sedikit
tidak suka ketika Akari memanggil Rikuto dengan santainya.
“Ini salahmu hingga harus mengulang pekerjaan,”
Misaki tiba di depan sekolah bertepatan dengan Rikuto dan Akari yang keluar dari gerbang.
“Maaf ya, Tapi, jika karena kau terlalu cepat, Aku tidak akan melakukan kekeliruan,”
“Hah? Perjanjian Kita kan aku akan bekerja dengan biasanya. Dan kau harus menyesuaikan diri. Dan
kau sendiri yang menyetujunya,”
Setelah mendengar adu mulut dari mereka berdua, Misaki baru menyadari, ternyata mereka berdua
tidak akur. Rikuto yang biasanya tidak mudah terganggu. Saat ini, kata katanya sangat
menggambarkan bahwa dia terganggu dengan Akari. Apa ini sifat Rikuto yang sesungguhnya?
“Baiklah, Ini salahku. Jadi, apa yang harus aku lakukan untuk membayar__”
“Jangan pernah mengacaukan pekerjaanku, Jika kau tidak bisa mengimbangiku. Biarkan aku bekerja
sendiri,”
“Kejamnya!!!”
Entah mengapa. Misaki merinding mendengar Akari yang mengatakan itu seperti anak SMA yang
manja. Rikuto yang tadinya berjalan dengan tenang juga tiba tiba terdiam. Dan menghembuskan
nafasnya
“Hentikan Sandiwaramu. Menjijikan,”
“Hahaha. Harusnya itu yang ku ucapkan!”
“Mereka berdua Mirip,” Gumam Misaki. Dia sama sekali tidak menyangka Akari itu terlihat seperti
Rikuto. Yang bisa mengubah suara dan sikapnya dengan sangat sempurna. Bahkan Misaki yang bisa
melihat jika seseorang sedang bersandiwara dengan melihat Jat idiri orang tersebut dari pantulan
matanya. Tapi, saat Akari merubah gaya bicaranya. Misaki sama sekali tidak bisa mengetahui
kebohongan dari wajahnya.
Karena tahu, Akari akan mengambil jalan yang tadi di lewati Misaki saat hendak pergi ke
supermarket. Misaki mengambil jalan pintas lewat taman dan baru keluar ke jalan Raya saat sudah
cukup jauh dari mereka tapi,
“Misaki-san?”
Dia benar benar tidak memperkirakan Rikuto yang biasa berjalan dengan cepat. Dia pun tersenyum
dan menyapa Rikuto.
“Selamat sore,”
“Selamat sore, Ngomong ngomong, Kau darimana?”
“Aku dari supermarket”
Rikuto melihat ke tangan Misaki yang sedang membawa tas. Sepertinya dia sadar jika Misaki tidak
terlihat seperti orang yang habis berbelanja. Tapi, dia tidak mempermasalahkannya dan terus
berjalan.
“Hari senin sudah masuk ke pekan Latihan kembali,” Gumam Misaki dengan Niat membuka
pembicaraan
“Benar juga,”
“Apa Kau akan seperti pekan yang lalu?”
“Mungkin,”
“Jadi, Kau akan menyelesaikannya di hari sabtu?”
“Mungkin.”
“Kuroyama-Kun,” Merasa Rikuto akan terus menjawab seperti itu jika pembicaraannya tidak penting.
Misaki memberanikan dirinya untuk Mengatakan Hal yang lain
“Apa?” tanya Rikuto tanpa menghentikan langkahnya.
“Terima Kasih,”
“Untuk apa?” tanya Rikuto heran
“Kau telah membuat sensei datang saat kejadian itu,”
“Aku tidak melakukan apapun,”
Rikuto memperlambat jalannya dan menunggu Misaki berjalan di sampingnya.
“Tapi, Kau terlihat sangat tidak terganggu dengan Kejadian itu,”
“Aku sama sekali tidak terganggu,”
“Benar juga ya,” Gumam Misaki pelan
“Tapi,”
“Aku akui, aku kesal saat orang di salahkan atas kesalahan orang tuanya. Aku yakin orang yang
seperti itu takut mengoreksi kesalahan orang tua orang lain di depan mereka secara langsung,”
Lanjut Rikuto
“Sebenarnya, Itu juga bisa di bilang salahku,”
“Apa benar kau tidak memiliki teman?” tanya Rikuto.
“Ini dimulai saat aku yang tidak bisa melakukan sesuatu hingga aku terluka dan tidak di terima oleh
sebuah klub. Tapi, ibuku mengira bahwa seorang dari klub Lah yang melukaiku. Dan dia memarahi
ketua klub itu. Tapi, ketua klub mengira dia di marahi karena menolakku masuk ke dalam Klubnya.
Sejak saat itu, Ibuku memintaku untuk masuk ke dalam klub. Meski begitu, tidak ada yang mau
berteman denganku sejak ibuku datang. dan semenjak aku terlihat sedikit bersemangat, mereka
menjahiliku,”
Misaki menyembunyikan alasan dia sedikit bersemangat. Dan Rikuto pun tampaknya tidak perduli.
Tidak seperti Nana yang terlihat kesal karena cerita Misaki.
“Jadi, Sejak itu terjadi kau selalu menyendiri. Hingga aku mengajakmu bicara saat hari pertamaku
masuk sekolah?” tanya Rikuto. Misaki terdiam, Wajahnya memerah. Faktanya memang, semenjak
Rikuto mengajaknya bicara, Dia bisa menemukan teman bicara. Dan, Rikuto yang Memperdulikan
keadaan orang lain juga membuatnya tidak menghindari Misaki.
“Misaki-san?” Karena merasa Misaki tidak menjawab, Rikuto menghentikan langkahnya dan
menoleh ke arah Misaki.
“Benar ju-ga yaa,” Jawab Misaki terbata bata sambil terus berjalan dengan cukup cepat.
“Sepertinya, Hari pertamaku meninggalkan kesan buruk terhadapmu ya?”
Rikuto mempercepat langkahnya menyesuaikan dengan Langkah kaki Misaki.
“Buruk?” tanya Misaki
“Ya, Karena saat itu adalah hari pertamaku melakukan percakapan langsung dengan orang jepang,”
Jawab Rikuto
“Kau bukan orang yang punya darah 2 negara?” tanya Misaki. Wajahnya tampak keheranan, Seperti
teori yang telah di buatnya mendadak di patahkan.
“Aku sejak kecil ada di Indonesia, dan baru belajar bahasa jepang ketika kelas 2 SMP,” Jawab Rikuto
tanpa menjawab pertanyaan tentang keluarganya. Dan Misaki sudah menduga Rikuto tidak
menjawabnya.
“Cepat juga kau menguasainya,” gumam Misaki
“Begitulah,”
“Misaki-san, Apa benar in iadalah pertama kalinya kau mendapat Peringkat 1?”
Misaki terdiam, Pertanyaan Rikuto terasa seperti dia sedang menyelidiki sesuatu, karena Rikuto yang
biasa pasti tidak memperdulikan sesuatu seperti itu, Setidaknya itu yang diketahui oleh Misaki
“Mungkin juga,” Jawab Misaki
“Kudengar yang biasa Peringkat 1 adalah Takaki?” tanya Rikuto.
“Mungkin juga,” Jawab Misaki dengan menundukkan wajahnya
“Aku hanya ingin memastikan, Maaf jika itu mengganggumu. Aku pulang duluan,” Rikuto
mendahului dan memisahkan diri dengan Misaki karena arah kerumah mereka memang di pisahkan
oleh sebuah persimpangan. Misaki berjalan dengan sedikit cepat. Ingin segera sampai Rumah dan
menenangkan dirinya. Dia sudah cukup tertekan dengan pertanyaan Rikuto yang biasanya tidak
pernah memperdulikan hal ini. Tapi, tadi dia benar benar hampir memojokkan Misaki.
“apa ini memang sikapnya?” gumam Misaki sambil mempercepat Langkahnya kerumah. Kepalanya
terasa sakit, Rikuto yang skapnya terkadang berubah, selalu terpikirkan oleh Misaki, Meski dia
memang mendekati Rikuto hanya untuk memastikan sesuatu, Tapi, entah kenapa menjadi memiliki
ketertarikan sendiri pada Rikuto. Terlebih setelah melihat Rikuto dengan Wajah sedihnya di atap
sekolah.
“tidak tidak, Aku tidak boleh sampai lebih tertarik dari ini,” gumam Misaki sambil masuk kedalam
Rumahnya dan mengistirahatkan dirinya
---
*KRIING!!!
Alarm berbunyi. Meski begitu, Itu tidak menunjukkan bahwa Matahari sudah terbit di kota tokyo,
Alarm yang di set oleh Rikuto tidak pernah berubah sejak dia kelas 1 SMP, yang akan selalu
berdering jam 5.30. dan itu tidak pernah berubah setiap harinya.
“Aku masih membawa kebiasaan SMP ku,” gumam Rikuto sambil mematikan Alarmnya.
“Jam sekolah di sini memang lebih siang sih, dan rumah ini juga dekat dengan Sekolah,” lanjut Rikuto
sambil berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Meski ini hari senin, Bukan alasan
Rikuto untuk bermalas malasan. Setidaknya, sampai dia menyelesaikan Latihan yang akan di
kerjakan untuk hari ini.
“Jika 2 hari di akhir pekanku tidak di ganggu oleh pekerjaan dan perempuan itu, Setidaknya, aku bisa
menghabiskan waktuku melakukan hal lain,” Gumam Rikuto sambil terus mengerjakan latihannya
yang baru di kerjakan sedikit.
Tanpa terasa, Jam telah menunjukkan pukul 6.30, dan Rikuto sudah menyelesaikan soal untuk hari
ini dan sebagian kecil untuk hari selasa. Agar bisa menyerahkan lembar latihan tanpa di ketahui
siapapun, Rikuto segera merapihkan dirinya dan berangkat ke sekolah sebelum jalanan terlalu
Ramai.
Sialnya, Di depan gerbang sekolah, ada seorang siswi yang tampaknya baru sampai dan terlihat
kebingungan. Dan gadis itu adalah teman sekelas Rikuto.
“Selamat Pagi, Kuroyama-kun,”
“Pagi,”
Sepertinya, Karena dia sudah di lihat oleh siswa pagi ini, dia harus hadir di kelas. Karena jika hanya
mengumpulkan saja. Pasti akan banyak yang bertanya dan itu akan merepotkan bagi Rikuto.
“Kau ingat aku?” tanya siswi yang tadi di depan gerbang sambil berjalan mengikuti Rikuto
“Ootonashi kan?”
“Kau bisa panggil aku Mashiro,”
“hm,”
Rikuto mengganti sepatunya dengan sepatu dalam Ruangan,
“Kuroyama-Kun?” panggil Mashiro
“apa?” tanya Rikuto
“Apa kau punya permohonan di hari senin ini? Kebiasaan di keluargaku adalah selalu memiliki
permohonan di hari senin. Karna itu dapat meningkatkan semangatmu,”
“Aku ingin peringkatku turun,” Gumam Rikuto pelan. Tapi, sepertinya Mashiro bisa mendengarkan.
Karena, setelah mendengar itu dia terdiam.
“Kenapa? Bukannya bagus ada di peringkat 4?” tanya Mashiro bingung
“Aku tidak suka angka 4. Karena dengan angka itu, aku akan di samakan dengan seseorang. Hanya
karena memiliki rambut yang mirip,” jawab Rikuto.
“di samakan Oleh siapa? Jika begitu kenapa kau tidak menaikkan peringkatmu?” tanya Mashiro yang
tampaknya masih bingung. Rikuto tersenyum
“Tentu aku tidak bisa mendahului 3 orang di atasku,”
“Jadi begitu, Tapi. Jika kau di samakan oleh orang hebat bukannya harusnya kau senang?”
‘Jika itu orang hebat, Aku di samakan dengan si no.4, orang yang fotonya saat memukul petugas
keamanan terunggah di internet dan menjadi terkenal dalam waktu tidak sampai 1 tahun.
Singkatnya, Aku di samakan dengan Preman,” Jawab Rikuto tersenyum. Meski begitu, terlihat cukup
jelas jika Rikuto menjaga jarak dengan Mashiro.
Di kelas, Misaki yang datang lebih pagi untuk mencegah Rikuto bolos, sedang membaca Buku di
kelas. Sepertinya dia sedang bersiap untuk mengerjakan soalnya saat bel berbunyi. Meski dia masih
merasa Canggung dengan Rikuto yang mendadak hampir memojokkannya. Tapi, karena tidak
bertemu dengan Rikuto sama sekali saaat Akhir pekan membuat Misaki bisa sedikit lebih tenang.
Setelah menunggu beberapa lama, Terdengar langkah kaki yang sangat Misaki kenali, tapi, suara
langkah kaki itu di ikuti oleh langkah kaki lain
“Kau tidak mengenalnya?” tanya Rikuto, belum terlihat orang yang berjalan di belakangnya oleh
Misaki
“Aku memang pernah mendengar namanya. Tapi, Aku tidak begitu tahu siapa itu,”
“!!?”
Setelah Mashiro muncul di depan pintu kelas sambil berbincang bersama Rikuto dengan Santainya.
Misaki terdiam, dia tidak pernah mengira Rikuto akan berbincang dengan Mashiro yang merupakan
anak dari pemilik perusahaan. Tapi, setelah dia melihat Rikuto, dia menyadari jika seluruh hal yang di
buat Wajah Rikuto saat berbincang dengannya adalah kepalsuan yang biasa dia tunjukkan pada
teman temannya.
Setelah Masuk ke kelas, Mereka mengakhiri pembicaraannya dan pergi menuju tempat duduk
masing masing. Tampaknya Rikuto tidak bersemangat hari ini. Dan Misaki yang mengetahui
alasannya hanya bisa terkikik sambil menutupi wajahnya.
++Rikuto’s POV++
Jam pertama di mulai,Rencanaku di gagalkan oleh pertemuan tidak di sengaja dengan Ootonashi,
Aku harus diam di kelas minimal setengah jam dari bel berbunyi. Dan tidak bisa hanya meletakkan
jawabanku dan pergi seperti minggu kemarin. Untungnya, Tulisanku tidak begitu jelas, Jadi aku bisa
membuang waktu dengan menebalkan tulisanku hingga 30 menit kemudian.
“Aku sudah selesai,” Aku berdiri dan meninggalkan Ruangan. Entah kenapa diantara 2 pintu.
Tubuhku membawaku ke pintu depan yang sedikit lebih jauh dari tempat dudukku. Saat melewati
Misaki, Aku lihat dia menatapku dengan tidak senang. Sepertinya dia tidak menyukai perbuatanku.
Tapi, siapa yang peduli.
Terlebih, yang saat ini terpikirkan olehku adalah, Ootonashi yang tidak mengetahui apa apa tentang
No.4. Apa mungkin dia adalah Shiroyama?. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa dia sudah
menikah dengan laki laki lain. Tapi, yang menjadi masalah apa mungkin Shiroyama bisa percaya
dengan ekspresi yang kubuat? Harusnya dia jadi orang pertama yang tidak mempercayai wajah palsu
yang ku buat.
‘Apa mungkin istrimu menikah dengan Laki laki lain setelah bercerai?’
Untuk memasitikan, Aku mengirimkan pesan singkat pada Jun-san. Tapi, karena kesibukannya aku
harus menunggu dia punya waktu luang untuk membalasnya. Aku membaringkan tubuhku di atap,
Memikirkan cara agar peringkatku turun. Karena, aku tidak bisa mengerjakan soal dengan asal
meskipun aku menginginkannya. dan aku tidak ingin di hubung hubungkan dengan No.4 lagi, Bagiku,
Rasanya seperti Luka lama yang di buka kembali.
‘Sebelum itu, Bukankah kau harus memikirkan cara memalsukan cerita untuk pekan depan?’
Sial, Aku baru mengingatnya. Ada hal yang harus ku lakukan sebelum melakukan pencarian lebih
lanjut. Yaitu memalsukan identitasku.
‘Apa yang harus ku lakukan?’ tanyaku pada Jun-san Melalu Email
‘Cukup ceritakan hal yang membuat orang lain kehilangan Rasa tertariknya tanpa menimbulkan rasa
tertarik yang lebih.dan ingat, Putriku pasti akan jadi orang yang pertama yang menyadari
kebohonganmu. Saat itu terjadi, Kau bisa menceritakannya atau langsung membawanya padaku,’
Apa kau pikir itu mudah? Memikirkan hal itu untukku. Membuat hariku berlalu sangat cepat. Hingga
aku sama sekali tidak menyadari jika aku sudah masuk di penghujung pekan. Dan tidak pernah hadir
di kelas karena membuat sebuah cerita karangan sendiri untuk di ceritakan layaknya pengalaman
pribadi agar mereka mempercayainya. Meski aku sudah di berikan peringatan bahwa Shiroyama
akan menjadi orang pertama yang tidak percaya dengan ceritaku. Dan saat itu aku akan mengawasi
pergerakan Ootonashi selama aku bercerita tentang diriku .
--
Satu pekan telah berlalu, Dan hari yang sangat tidak ku tunggu akan mendahuluiki. Hari di mana aku
harus memceritakan tentang diriku pada kelas. Mungkin ini memang di gunakan untuk lebih
memperkuat ikatan kelas dan agar seluruh siswa di kelas mengerti tentang keadaan anggotanya.
tapi, ini juga hal yang sangat ingin ku hindari.
“Kuroyama Rikuto-Kun. Silahkan berdiri untuk menceritakan tentang dirimu,”
Posting Komentar

Back to Top