Happiness In An Unfair World. Chapter 04 - Feels Empty

Diposting oleh Label: di
“Kau Bilang apa?” 
Perkataan Rikuto dengan nada suara yang sedikit berbeda membuat Misaki terkejut. Di lengkapi
dengan tatapan mata yang mencerminkan Ketenangan dirinya. Semakin membuat Misaki terdiam
“Tidak.. Bukan apa apa,” Balas Misaki secara spontan dan berbalik menyembunyikan wajahnya yang
memerah karena malu
“Begitu ya?”
Sembari membuka tas nya, Rikuto melihat jam tangan dan Bergumam.
“Sudah hampir waktunya pulang sekolah,” 
“Benar juga. Kalau begitu, Kuroyama-san. Aku akan mengambil tas Ku di Ruang kelas,”
Setelah mendapat anggukan Ringan dari Rikuto. Misaki dengan berlari kecil menuju kelasnya untuk
mengambil tasnya. Sepertinya suasana hatinya sedang membaik saat ini.
“Sepertinya kau masih memiliki Emosi di dalam dirimu. Syukurlah”
Dengan gembiranya, Misaki bergumam dan pergi ke ruangan kelas. Cuaca di sore hari jumat sangat
cerah. Dan membuat para siswa sangat senang karena bisa menghabiskan waktu menuju akhir
pekannya dengan pergi ke karoke dan tempat lain karena cuacanya yang sangat bagus.
Di atap sekolah, Rikuto bersandar ke dinding di sisi atap sambil memegang kepalanya. Memikirkan
bagaimana memalsukan identitasnya itu sangat membuat kepalanya terasa sakit.
“Matilah aku,”
Dengan penuh keputus asaan Rikuto bergumam tanpa mengangkat suaranya. Karena bosan terdiam.
Rikuto mengambil Lapopnya dari Tas dan Mengaktifkannya. Tapi, Karena lupa melakukan charging.
Laptonya tidak bisa menyala. 
“Sial,”
Rikuto memasukkan kembali Laptopnya ke dalam tasnya. Sesaat setelah selesai memasukkan
Laptopnya. Pundaknya di sentuh dari  belakangnya. Karena Reflek. Rikuto membalikkan badan dan
hendak membanting orang tersebut.Tapi, Setelah melihat orang yang akan di bantingnya, Rikuto
menghentikan langkahnya dan akhirnya terjatuh bersama dengan orang itu
“Sakit,” 
Orang yang mengagetkan Rikuto ternyata adalah Misaki, Setelah Rikuto menyadarinya. Dia
membiarkan dirinya jatuh  terlebih dahulu dan membuat Misaki jatuh di atasnya
“Kyaaa!!”
Setelah kesadaran Misaki terkumpul,  Tiba tiba Misaki menjerit. Penyebabnya sangat sederhana, Ia
jatuh di atas tubuh Rikuto. Dengan Wajah yang memerah karena malu, Misaki bangkit dan duduk di
samping Rikuto yang masih terbaring.
“Maaf Misaki-san. Aku dengan Relfek melakukannya,” Kata Rikuto saat telah sadar dan duduk di
sebelah Misaki.
“Tidak, Aku yang salah karena sudah mengagetkanmu,” 
Masih dengan tersipu, Misaki mengatakannya tanpa menatap lawan bicaranya. Di pikirannya masih
terlintas kejadian tadi. Mereka berdua kembali terdiam hingga suara siulan burung yang terbang di
langit terdengar jelas oleh Mereka berdua. Misaki menggunakan tangannya untuk menutup
wajahnya karena kejadian tadi, Berbeda dengan Misaki, Rikuto memegangi kepalanya. Yang dia
pikirkan adalah Benturan kepalanya dengan Lantai cukup keras dan sakit kepalanya terasa semakin
bertambah
“Kuroyama-san?” 
Setelah suasana membaik, Misaki mencairkan suasana dengan mengajak Rikuto berbicara. Tapi, dia
tidak dapat reaksi dari Rikuto. Meski begitu, Misaki belum bisa menatap kebelakang untuk melihat
apa yang terjadi pada Rikuto . Bahkan Misaki mengira Rikuto Meninggalkannya dan Pulang lebih
dahulu. Suasana berubah menjadi hening seketika, Dinginnya Senja menjelang malam Mulai menusuk kulit Misaki dan membuatnya sedikit menggigil. Tanpa membalik badannya Misaki
mengenakan Mantelnya dan bersiap untuk pulang kerumah.
“Kuroyama-san?!”
Saat Misaki bebalik. Ia sangat terkejut dengan Pemandangan yang ada di depannya. Rikuto menutup
matanya dengan tangan yang masih memegang kepalanya. Misaki berjongkok dan menggoyangkan
Tubuh Rikuto. 
“Ada apa?” tanya Rikuto setelah dia membuka matanya
“Maaf. Saya dari Osis. Akan mengunci Pintu atap Karena hari sudah mulai gelap,”
Dari pintu, ada seorang laki laki yang mengaku anggota osis mengingatkan Rikuto dan Misaki. 
“Ayo pulang,”
Rikuto mengankat tas nya mengenakan jaketnya. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal.
Misaki dan Rikuto menuruni tangga 
“apa yang terjadi padamu?” tanya Misaki
“Kepalaku pusing,”
Tanpa menoleh, Rikuto menjawabnya dan berjalan sedikit lebih cepat. Misaki menyusulnya sambil
membuka tas nya dan mencari sesuatu. Dengan beberape menit Rikuto sudah sampai di gerbang
depan dan Mengganti sepatu dalam Ruangannya.
“Kuroyama-san!”
Baru beberapa langkah, Rikuto di hentikan oleh Misaki yang memanggilnya.
“Minum obat ini,” Kata Misaki sambil menyodorkan obat sakit kepala. Tapi, tangannya di tahan oleh
Rikuto
“Tidak perlu, Aku akan sembuh bila ber istirahat,”
Meski berkata begitu, Rikuto sudah hampir tidak sadarkan diri saat Di atap membuat Misaki tidak
yakin dengan jawaban Rikuto 
“Kalau begitu, Pakai Mantelku,”
“Kau yang akan sakit jika aku memakai mantelmu,”
Tanpa menunggu Reaksi selanjutnya dari Misaki, Rikuto meninggalkan Misaki yang terburuburu
menggunakan Sepatunya. Di luar ruangan. Udara semakin dingin dan membuat Rikuto menggigil.
Tapi itu tidak mempengaruhi Rikuto. 
“Kuroyama-san Tung__”
Sebelum  Misaki menyelesaikan Ucapannya, Rikuto di serempet oleh seseorang yang sedang berlari
dan di ikuti oleh se orang wanita yang menggendong anaknya sambil berteriak
“Seseorang. Tolong Aku!! Dia Pencuri!!”
Tanpa menunggu Lama, Rikuto berlari dengan cepat dan meninggalkan tasnya tergeletak di depan
gerbang sekolah. Kecepatan Lari Rikuto sudah bisa hampir menyamai kecepatan pencuri itu. Tapi,
Kecepatan Lari Rikuto sudah mengurang hingga akhirnya menggunakan Cara terakhirnya
“Bagaimana Bisa?!!” 
Misaki yang mengejarnya dengan menaiki sepeda Terkejut dengan Rikuto yang mendadak menjadi
sangat cepat. Dengan Memendekkan badannya, Rikuto memperlebar Jarak langkah kakinya Hingga
bisa mencapai pencuri dan membantingnya. 
“Sialan!!”
Sang pencuri membawa Sebuah belati cukup besar dan menyerang Rikuto. Tapi, Dengan Mudah
belati Sang pencuri Direbut dan Rikuto menusukkannya tepat di samping lehernya
“Kembalikan,” Kata Rikuto dengan keringat yang bercucuran dari wajahnya dan menggerakkan Pisau
yang menancap di tanah ke arah pundak Pencuri yang tidak bisa bergerak. Merasa sudah kalah, Sang
Pencuri mengembalikan curiannya.
“Akan Ku ingat hal Ini!!” geram pencuri dengan wajah ketakutan setelah Rikuto melepaskannya dan
Melarikan Diri
“Terima kasih anak Muda. Isi tas in isangat berharga” Ibu membawa anak itu menundukkan
badannya dengan mata yang berkaca kaca. “tidak perlu di pikirkan,” Balas Rikuto dengan tersenyum. Ibu itu pun pergi berlaru. Dan Rikuto
Berniat untuk kembali mengambil tas nya. Tapi,  setelah beberapa langkah berjalan. Rikuto melihat
Misaki membawa tasnya dengan sepeda.
“Maaf sudah Repot membawakannya,”
Misaki menggelengkan kepalanya dan memberikan kembali tas Rikuto
“sepertinya Kau menguasai Aikido?” tanya Misaki
“Hanya untuk melindungi Diri,” Jawab Rikuto
--
Suara terengah terdengar dari orang yang terlihat babak belur dan berlari menuju sebuah Gang yang
merupakan sebuah cela dari 2 bangunan. Di sana seseorang sudah menunggu dengan membawa
tongkat baseball di tangan kirinya dan terlihat beberapa kawanan preman sedang terbaring.
“Bagaimana?” Tanya Orang yang menggunakan tongkat baseball pada orang yang sedang babak
belur.
“Mengerikan,” Jawab orang yang babak belur sambil ter engah. Bukannya mendapat balasan
perkataan, Melainkan Tongkat baseball yang melayang melalui wajahnya dan membuatnya terjatuh
“Apa lebih mengerikan dari ini?” tanya Sang pemilik tongkat Baseball sambil bersiap mengarahkan
tongkatnya untuk memukul wajahnya lagi
“Lebih dari ini, Dia hampir membunuhku dengan senjataku, jika tempat itu lebih sepi. Mungkin dia
akan benar benar membunuhku. Dan juga, Tak terlihat ekspresi seperti tersenyum atau murka saat
dia hampir menusukku,” 
Tongkat baseball kembali menghantam wajah orang itu dan menjadikannya tambah babak belur.
Setelah memukul orang itu, Sang pemilik tongkat membuka ponselnya dan melakukan panggilan
“Sepertinya orang itu bukan yang kau cari. Karena bedasarkan keterangan darimu, Orang itu tidak
segan membunuh seseorang dan lemah terhadap seorang yang memiliki sosok seperti orang tua.
Tapi, Orang ini tidak membunuh umpanku meski sangat memungkinkan untuk membunuhnya dan
juga, Menurut umpanku, Dia memiliki ekspresi yang dipenuhi kebencian”
Setelah menjelaskan pada lawan bicaranya. Pemilik tongkat baseball itu menutup telepon dan
Ponselnya lalu tersenyum.
“Aku saja yang menghabisinya, Baru kali ini ada seorang siswa sepertiku yang di sebut lebih
menakutkan dariku,” Kata sang Pemilik tongkat baseball sambil melempar tongkatnya ke atas
--
Di sisi lain. Misaki dan Rikuto sedang berjalan pulang. Walaupun Misaki membawa sepeda, Dia
memilih untuk berjalan kaki bersama Rikuto. Seperti biasa tidak ada yang mereka bicarakan, Dengan
kecepatan langkah kaki Rikuto, Misaki hanya bisa berjalan di belakangnya. Mereka seperti ada di
dunia pikiran mereka masing masing. Di temani oleh angin musim semi yang mulai terasa dingin
seiring waktu bertambah malam. Di tengah perjalan. Rikuto berdiri dan menoleh pada Misaki
“Kenapa kau tidak menaiki sepedamu?” tanya Rikuto seperti dia merasa terganggu dengan Misaki
yang berjalan di belakangnya. Tapi, wajahnya tidak menunjukkan bahwa dia terganggu
“Aku sedang ingin berjalan,”
Dengan santai, Misaki menjawab dan mulai berjalan kembali. Kali ini Rikuto menyesuaikan
kecepatan langkah kakinya dengan Misaki sehingga mereka berdua berjalan bersebelahan.
“Kuroyama-san, Jika kau mengusai Aikido, kenapa kau tidak ikut klub Aikido?”
Setelah mendengar pertanyaan Misaki, Rikuto menghentikan langkahnya dan terdiam. Misaki yang
tidak mendengar langkah kaki Rikuto juga ikut menghentikan langkahnya dan melihat kebelakang.
Rikuto terlihat sedang memikirkan sesuatu walau raut wajahnya tidak berubah.
“Kemampuan ataupun bakat bukan untuk di pamerkan,”
Setelah terdiam beberapa detik. Rikuto menjawabnya sambil berjalan kembali di ikuti dengan Misaki
yang ikut berjalan. Masih terpikirkan oleh Misaki saat Rikuto menjawabnya. Matanya tidak
memandang ke arahnya seperti yang biasa dia lakukan ketika berbicara menghadap lawan
bicaranya. Saat menjawab tadi, Matanya jelas seakan mencari ke arah lain meski dia sedang
menghadap Misaki.
“Meskipun begitu, Kau bisa menyalurkan bakatmu di sana kan? Dan jika kau berbakat sekali hingga
memenangkan sebuah kompetisi kau akan dapat membuat bahagia orang terdekatmu dengan
prestasimu,”
Mendengar perkataan Misaki, Rikuto mempercepat langkahnya dan memberi Respon
“Aku mempelajari aikido hanya karena aku harus mempelajarinya. Bukan karena ingin,”
“Lalu apa yang mengharuskan itu?” tanya Misaki
“Aku bukan tipe orang yang kabur jika di tantang dengan alasan yang jelas,” Jawab Rikuto sambil
menghentikan langkahnya
“Selain itu, Misaki-san. Harusnya kau tahu, Mengurusi urusan orang lain terlalu dalam melelahkan.
Dan juga, itu hanya akan membuang waktumu,”
Perkataan Rikuto dengan tatapan Lurus ke arah Misaki dengan cepat membuatnya Terdiam. Tatapan
Rikuto langsung menuju wajah Misaki walau dia tidak menghadap lurus ke arahnya. Mulut Misaki
terbungkam, Tidak tahu harus menjawab apa lagi. Sedangkan Rikuto terus berjalan meninggalkan
Misaki yang masih menunduk dan terdiam.
“Jadi begitu, Sepertinya hampir seluruh bagian dari emosimu bahkan perasaanmu sudah kau
tinggalkan,”
Tanpa sadar, Misaki bergumam. Dia sudah mencapai batas. Sikap Rikuto membuatnya menahan
tangisnya. 
“Kau bilang apa?” tanya Rikuto yang sepertinya tidak mendengar perkataan Misaki. Tanpa
menjawab Perkataan Rikuto, Misaki mengayuh sepedanya dengan cepat dan mendahului Rikuto
yang berjalan sedikit lebih jauh dari Misaki yang terdiam beberapa saat.
Di atas sepeda, Misaki terus berfikir. Dia merasa bahwa sikap baik dan cukup perhatian Rikuto hanya
bawaan dan untuk royalitas pada rekannya. Itu terlihat jelas dari wajahnya yang tidak menunjukkan
emosi dan perasaan baik. Dan juga saat melihat senyuman Rikuto yang terlihat tulus saat
mengembalikan Tas yang di curi itu kepada seorang ibu yang membawa anak. Misaki merasa bahwa
Di buangnya Emosi dan perasaan Rikuto olehnya adalah karena ada sesuatu yang membuatnya
trauma.
“Misaki!!”
Suara panggilan itu menghentikan laju sepeda dan Pikiran Misaki. Setelah menolah, Terlihat sosok
pria yang tadi hampir berkelahi dengan Rikuto. Kiromaru Jirou
“Kiromaru-senpai?” 
“ada yang ingin aku bicarakan padamu,” 
Mendengar itu, Misaki turun dari sepedanya dan menuntunnya ke bangku taman untuk bicara
dengan Jirou
++Rkuto’s POV++
Setelah di dului oleh Misaki dengan tiba tiba, Aku meneruskan perjalananku ke rumah. Kepalaku
masih terasa sangat pusing karena di pukul dan jatuh. Meski begitu, itu tidak menjadi halanganku
sama sekali. Angin malam terasa sangat dingin dan membuatku mengigil. Seperti biasa, Pikiranku
mengambil alih diriku. Aku masih bertanya tanya kenapa aku dengan Reaksi spontan menolong ibu
satu anak itu, Bukan karena amarahku. Sama sekali tidak ada amarah pada diriku saat mengejar
pencuri itu. Itu terasa seperti gerakan spontanku. Meski begitu, Melihat wajah bahagia dari ibu itu saat menatapku memberiku perasaan aneh yang tidak bisa ku buang seperti biasanya dan
mendorong wajahku untuk tersenyum tanpa instruksi yang ku berikan dari otakku. Dan juga.
Perkataan Misaki tentang membuat orang terdekatku bahagia karena prestasiku sempat
membuatku merasa terganggu. Aku sudah tidak punya orang yang bisa ku bahagiakan. 
“Tetap tenang dan tanpa emosi terlihat seperti biasanya ya?” 
Rikuto di kejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berusia 30 tahunan di depan rumahnya. 
“Paman Kuroyama?”
“Panggil saja aku Jun, Karena kau juga orang bernama kuroyama dan Jika kau memanggilku paman,
kita tidak ada hubungan darah,” 
“Baiklah” “Lama tidak berjumpa, Jun-san. Dan juga terima kasih sudah membantu membuat nama untukku,”
Kuroyama Jun. Orang yang memberikan namanya padaku. Orang yang sangat ku hargai dengan
kebaikannya.
“Tidak masalah. Karena mantan istriku pasti telah merubah nama anaknya. Dan juga, apa kau telah
menikmati sekolahmu. Riki?”
Sial, Dia memanggilku dengan sesuatu yang tidak ingin ku dengar lagi. Aku yakin sudah pernah
mengatakan untuk tidak memanggilku seperti itu lagi.
“Maaf, jun-san tapi, apa kau bisa tidak memanggilku dengan nama itu?”
“Dan jika ingin bicara. Kita bisa lakukan di dalam,” Kataku sambil membuka pintu. Tapi, Jun-san
menghentikan ku
“Tidak perlu, Hanya aku punya satu permintaan. Rikuto, Maukah kau mencarikan anakku?”
Aku terdiam setelah mendengar permintaan aneh darinya.  
“Begini, Sebenarnya 3 tahun setelah anak perempuanku lahir, Istriku meminta cerai dengan alasan
aku selalu memikirkan perusahaan. Meski begitu, dia selalu menguasai peran dalam rumah. Dan juga
dia melarangku menamai anaknya dengan alasan lebih baik aku memikirkan  perusahaan,”
Jun-san menjelaskannya dengan menundukkan wajahnya
“Jadi kau tidak tahan dan menerimanya permintaan cerainya?” tanyaku dengan menyimpulkan
perkataannya
“Anak perempuanku pasti salah paham jika tahu ada murid pindahan dengan nama kuroyama. Jadi
aku ingin menemuinya dan menjelaskan,”
“Sebelum itu, Aku belum mengerti alasan dibalik perceraianmu. Jika alasannya tidak menjadikanmu
sejenis dengan orang itu, Aku akan menerimanya,”
Jun-san terdiam mendengar perkataanku, Aku memang pasti membantu orang yang sudah berbuat
baik padaku. Tapi, jika alasannya bercerai seperti orang itu aku tidak akan membantunya
“Saat itu, Perusahaan hampir bangkrut. Dan istriku sangat marah padaku karena kurangnya waktuku
untuk bersamanya. Akhirnya tak lama setelah Anakku lahir, istriku tidak mengijinkanku untuk
menamai anaknya dan meminta cerai. Karena aku sendiri telah emosi oleh perbuatannya, Akhirnya
aku menerima permintaanya dan bercerai dengannya,”
“apa kau sudah pernah tinggal dengan anakmu?” Tanyaku
“Sampai dia berusia 5 tahun. Tapi, mungkin dia masih menggunakan nama Kuroyama hingga SMP,”
Jawabnya. Aku menyilangkan tanganku di dada dan berfikir. Namun, sebuah pertanyaan terlintas di
benakku
“Apa ciri yang terakhir kau kenal?” 
“Di punggungnya ada tanda lahir. Dan, di pahanya terdapat luka jaitan karena terjatuh saat masih
kecil__”
“hei, Kau bodoh ya? tidak mungkin aku memperhatikan punggung dan paha seorang gadis. Mereka
akan berfikir aku seorang kriminal,” Aku memotong perkataan jun-san dengan heran. Apa tidak ada
tanda yang lebih baik untuk ku selidiki?. Jika hanya ini aku akan memutuskan untuk tidak
membantunya
“Aku ingat,” Kata Jun-san tiba tiba
“Nama keluarga ibunya adalah Shiroyama,”
“Nama yang mirip dan hanya berbeda warna awal,” Gumamku (Kuro= Hitam, Shiro= Putih)
“Aku tidak memaksamu. Tapi, hal seperti ini adalah spesialisasi untuk orang sepertimu kan?” tanya
Jun-san. Aku terdiam beberapa saat. Memang benar, hal ini adalah spesialisasi untukku. Meski aku
tidak inign mengakuinya.tapi, aku tidak yakin dengan hanya satu petunjuk yang ku dapatkan.
“Aku memang sudah mendapat satu petunjuk. Tapi, apa kau tahu hal lain yang sekiranya
membantu?” tanyaku 
“Ada,” Jawabnya dengan cepat
“Jika dia sudah mengetahui ada anak baru yang bernama Kuroyama. Aku yakin ibunya akan
memintanya untuk menyelidiki anak itu. Karena yang memiliki nama kuroyama di tokyo hanya aku,”
Lanjutnya dengan keyakinan yang entah dari mana
“Apa yang membuatmu yakin?”
“Karena. Perusahaanku bernama Kuroyama’s Group. Jika ada orang yang bernama sama denganku
pasti akan protes dengan nama perusahaan itu,”
Aku menganggukkan kepala tanda mengerti. 
“jadi, kapan aku harus menyelesaikannya?” Tanyaku. Mendengar responku, Jun-san terlihat senang
“Aku tidak memiliki batas waktu, kapanpun kau bisa temui dia, Kabari aku” Jawab Jun-san dengan
senang
“Ngomong ngomong? Apa kau mau bergabung dengan kuroyama’s Group?” sepertinya karena
terlalu senang, Dia melontarkan permintaan keduanya padaku, dengan spontan aku menjawab:
“Ku Tolak”
Posting Komentar

Back to Top